Miliki Banyak Barang akibat Gaya Hidup YOLO Bisa Berpengaruh pada Kesehatan Jiwa
- Prinsip hidup You Only Live Once (YOLO) sering dikaitkan dengan kepemilikan barang yang melimpah, untuk memenuhi keinginan dan menikmati hidup sepenuhnya.
Sebaliknya, You Only Need One (YONO) mendorong hidup sederhana dengan hanya memiliki barang yang benar-benar dibutuhkan.
Namun sebenarnya, apakah jumlah barang yang dimiliki, berpengaruh pada kesehatan jiwa?
Baca juga: Tren YONO Gantikan YOLO, Apa Itu?
Menurut Pengamat Psikososial dan Budaya, Endang Mariani, jumlah kepemilikan barang dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi kesehatan mental, baik itu positif maupun negatif.
“Kalau seseorang memiliki banyak barang, kecemasan dia untuk menjaga barang tersebut lebih tinggi, apalagi jika termasuk barang berharga,” ujarnya kepada , pada Rabu (08/01/2025).
Hal ini menjadi stressor pada saat kita tidak mampu menjaganya, atau ketakutan yang berlebih untuk kehilangan atau kerusakan barang-barang tersebut.
“Sedangkan kalau hanya memiliki sedikit barang, maka semuanya under control. Kepemilikan barang yang sedikit berkaitan dengan ketenangan, kesederhanaan, dan punya rasa aman,” jelasnya.
“Kalau barang yang kita punya hanya sedikit, kita bisa melihat bagaimana kita menjaganya, dan kemungkinan untuk kehilangan juga lebih kecil,” tambah Endang.
Dengan itu, kita dapat meminimalkan beban mental dan menjaga keseimbangan emosional.
Tetapi di sisi lain, jika orang di sekitar kita menilai status sosial berdasarkan kepemilikan barang yang banyak, ini dapat menambah tekanan psikologis.
“Ketika seseorang tidak mampu memenuhi kriteria tersebut, dia akan merasa tidak percaya diri dengan status sosialnya,” jelasnya.
Baca juga: Ramai soal YONO, Mengapa Tren YOLO Mulai Ditinggalkan?
Dengan adanya tekanan untuk terus membeli barang yang tidak dibutuhkan demi memenuhi kriteria tersebut, akan muncul siklus konsumsi yang berlebihan dan meningkatkan kecemasan tentang citra diri.
Padahal, sebenarnya nilai seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya barang yang dimiliki.
Oleh karena itu, utamakan kualitas dibanding kuantitas untuk melepaskan diri dari tekanan sosial yang berlebihan dan lebih fokus pada apa yang benar-benar penting dalam hidup.
Terkini Lainnya
- Porsi Nasi di Makan Bergizi Gratis Dianggap Terlalu Banyak, Bagaimana Idealnya?
- Britney Spears Kena Imbas Kebakaran di Los Angeles, Menyetir hingga 4 Jam untuk Mengungsi
- Muncul "Breakout" Setelah Perawatan Jerawat, Apakah Tanda Tidak Cocok?
- Dokter Gizi Imbau Program Makan Bergizi Gratis Perketat 6 Prinsip HACCP demi Kesehatan Anak
- Keluhan Makanan Basi di Menu Makan Bergizi Gratis, Apa Dampaknya Jika Dikonsumsi Anak?
- Komunikasi Lewat Teks Bermanfaat untuk Introvert dan Ekstrovert
- Komunikasi Lewat Chat atau Telepon, Mana Lebih Efektif bagi Gen Z dan Milenial?
- Kenali, 3 Tanda Eksplorasi Seksual yang Tidak Sehat
- Di Mana Batasan “Normal” dalam Eksplorasi Seksual?
- 3 Cara Mengetahui Moon Sign, Pahami Sifat Emosional
- Apa Itu "Swinger"? Fenomena di Balik Kasus di Jakarta dan Bali
- Kenapa Gen-Z Lebih Suka Freelance daripada Kerja Kantoran?
- 5 Tren Makeup untuk Imlek 2025
- Gen Z atau Milenial Akhir, Siapa Lebih Sadar Kontrasepsi?
- Jangan Lakukan Persalinan Water Birth Sebelum Tahu 3 Hal Ini