Perasaan Sedih Usai Liburan, Apa Itu "Post Holiday Blues"? Waspadai Gejalanya pada Anak
- "Post Holiday Blues" merupakan istilah yang digunakan untuk rasa malas pasca libur panjang.
Pengertian Post Holiday Blues
Merujuk pada Health, post holiday blues adalah perasaan jangka pendek yang dialami individu setelah liburan, termasuk kesedihan, kesepian, kelelahan, kekecewaan, kelesuan, tekanan mental atau bahkan ketakutan akan datangnya bulan-bulan berikutnya.
Kondisi ini menyebabkan orang tidak bersemangat dan bahkan kehilangan arah.
Baca juga: Niat Healing Malah Pening? Waspada Post Holiday Blues
Menurut Dr Paul Nestadt, MD, salah satu direktur Klinik Gangguan Kecemasan Johns Hopkins dan asisten profesor Psikiatri dan Ilmu Perilaku menyebut, bahwa salah satu penyebab adanya Post Holiday Blues, yakni adanya dorongan dua hormon bahagia yang hilang ketika seseorang kembali beraktivitas pasca libur panjang.
Orang yang menikmati musim liburan menerima dorongan dopamin dan serotonin, yakni hormon yang membuat senang.
"Ada kelelahan karena menjadi tuan rumah, bepergian, atau aspek lain dari gangguan normal yang dibawa oleh liburan. Perubahan musim, berkurangnya waktu siang hari, berkurangnya tingkat aktivitas fisik, dan meningkatnya isolasi dapat menyebabkan kesedihan pasca-liburan, kata Dr. Nestadt kepada Health.
Kendati tidak begitu berbahaya, namun gejala kecemasan ini harus dihadapi dengan serius, apabila sudah dalam tahap tidak normal.
Gejala Post Holiday Blues
Melansir Calgarys Child Magazine, berikut ini gejala Post Holiday Blues, yang sudah mulai harus diperhatikan.
1. Perasaan sedih atau bahkan depresi yang terus berlanjut
Perasaan ini termasuk sering menangis, perasaan tidak mampu, atau rasa putus asa.
Perasaan ini mungkin lebih sulit dikenali pada anak, karena anak yang depresi terkadang masih terlihat bahagia, dan mereka sering kali tidak mampu mengekspresikan perasaannya.
Baca juga: Anak Alami Post Holiday Blues Setelah Libur Panjang, Lakukan 5 Hal Ini
2. Berpikir tentang kematian
Jika adanya pikiran tentang kematian lebih dari beberapa kali dalam setahun atau mendengar anak Anda telah berbicara tentang kematian, maka segera cari bantuan ke ahlinya. Jangan berasumsi bahwa itu hanya sekadar perilaku mencari perhatian.
3. Merasa jauh lebih lelah dari biasanya
Meskipun sudah cukup tidur namun Anda merasa kelelahan luar biasa seperti sudah bekerja sangat keras sepanjang hari.
4. Kesulitan untuk termotivasi
Adanya rasa kesulitan menyelesaikan tugas sehari-hari, karena hal tersebut terasa sangat membebani. Bagi anak-anak, hal ini dapat berupa penurunan prestasi di sekolah.
Baca juga: 5 Cara Mengatasi Post Holiday Blues, Rasa Sedih Usai Liburan
5. Menghindari interaksi sosial
Bagi sebagian orang memang interaksi dengan orang lain terkadang bukan hal yang menyenangkan.
Namun, jika ada perasaan terus menerus menghindari adanya interaksi sosial, maka patut dipertanyakan.
Oleh karena itu, terkadang penting untuk mendorong diri sendiri atau anak Anda untuk bersosialisasi.
Terkini Lainnya
- Keluhan Makanan Basi di Menu Makan Bergizi Gratis, Apa Dampaknya Jika Dikonsumsi Anak?
- Komunikasi Lewat Teks Bermanfaat untuk Introvert dan Ekstrovert
- Komunikasi Lewat Chat atau Telepon, Mana Lebih Efektif bagi Gen Z dan Milenial?
- Kenali, 3 Tanda Eksplorasi Seksual yang Tidak Sehat
- Di Mana Batasan “Normal” dalam Eksplorasi Seksual?
- 3 Cara Mengetahui Moon Sign, Pahami Sifat Emosional
- Apa Itu "Swinger"? Fenomena di Balik Kasus di Jakarta dan Bali
- Kenapa Gen-Z Lebih Suka Freelance daripada Kerja Kantoran?
- 5 Tren Makeup untuk Imlek 2025
- Gen Z atau Milenial Akhir, Siapa Lebih Sadar Kontrasepsi?
- Jangan Lakukan Persalinan Water Birth Sebelum Tahu 3 Hal Ini
- 5 Cara Efektif Mencegah Anak Kecanduan HP
- 5 Kondisi Kehamilan yang Tak Disarankan untuk Persalinan Water Birth
- Penting untuk Kesehatan Mental, Pahami 5 Manfaat Detoks Digital bagi Remaja
- Lahir dari Gen Z Awal dan Milenial Akhir, Ini 4 Perbedaan Karakter Orangtua Gen Beta