6 Cara Membentuk Anak yang Resilien, Tangguh dan Tidak Mudah Menyerah
- Membesarkan anak tidak hanya sekadar memberikannya makan dan memenuhi semua kebutuhannya, tetapi juga harus membentuknya menjadi pribadi yang resilien.
Anak yang resilien mampu menghadapi tekanan dan stres, serta bangkit lebih kuat dari masalah yang dihadapinya.
6 cara membentuk anak yang resilien
Menurut Psikolog Klinis RS Dr Oen Solo Baru sekaligus pengajar di Setiabudi University Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua untuk membantu anak menjadi pribadi yang resilien:
1. Ajarkan anak untuk menghadapi masalah, bukan menghindarinya
Anak perlu belajar menghadapi masalah, bukan lari dari mereka. orangtua bisa mengibaratkan anak seperti bola yang ketika ditekan, akan melenting dan kembali ke bentuknya yang semula.
Baca juga: Gentle Parenting Bikin Anak Jadi Lembek, Benarkah?
"Makanya saya memunculkan istilah you must fight the problem, not fly the problem," ujarnya ketika diwawancarai , belum lama ini.
Begitu pula dengan anak, ketika menghadapi tekanan, ia diharapkan dapat selalu bangkit dari tekanan tersebut. Untuk membentuk kemampuan ini, anak perlu diberi kesempatan menghadapi tantangan.
Pada awalnya, orangtua bisa mendampingi, tetapi biarkan anak merasakan jatuh dan belajar untuk bangkit sendiri.
Seperti belajar berenang, anak tidak akan bisa jika hanya diberi teori, ia perlu masuk ke kolam untuk benar-benar memahami cara berenang.
2. Menanamkan Disiplin dan Konsistensi
Disiplin yang tegas namun penuh kasih adalah kunci penting dalam membentuk anak yang resilien.
Orangtua perlu konsisten dalam menerapkan aturan, meskipun anak mungkin merengek atau tantrum.
"Selain membiarkkan anak menghadapi masalah, konsistensi juga diperlukan untuk membentuk resiliensi," jelas Joko.
Baca juga: 8 Pengasuhan Gaya Jepang yang Ajarkan Disiplin pada Anak Sejak Dini
Ketidakkonsistenan, seperti membiarkan anak melanggar aturan karena rasa kasihan, justru akan membuat anak kesulitan belajar menghadapi kerasnya dunia.
Hal ini juga berlaku untuk anak dengan kebutuhan khusus, di mana kemandirian perlu lebih ditekankan dibandingkan memproteksi mereka secara berlebihan.
"Padahal yang dibutuhkan anak-anak spesial itu kan adalah bagaimana dia bisa mandiri dan bisa melawan kerasnya dunia ini," lanjutnya.
3. Membiasakan Anak Beradaptasi dengan Situasi Sulit
Anak-anak perlu diajarkan untuk menghadapi kondisi yang tidak nyaman, seperti hujan, dingin, atau tantangan lainnya.
Terkini Lainnya
- Zayn Malik Ulang Tahun, Intip 4 Ide OOTD Serba Monokromnya
- Dibanding Perempuan, Keputusan Finansial Pria Lebih Sering Dipengaruhi Emosi
- Waspadai Dampak Psikologis pada Anak jika Orangtua Terlibat "Swinger"
- Raline Shah Dilantik jadi Stafsus Menkomdigi, Intip 7 Potretnya
- Intip Gaya Anggun Raline Shah Saat Dilantik Jadi Stafsus Menkomdigi
- Porsi Nasi di Makan Bergizi Gratis Dianggap Terlalu Banyak, Bagaimana Idealnya?
- Britney Spears Kena Imbas Kebakaran di Los Angeles, Menyetir hingga 4 Jam untuk Mengungsi
- Muncul "Breakout" Setelah Perawatan Jerawat, Apakah Tanda Tidak Cocok?
- Dokter Gizi Imbau Program Makan Bergizi Gratis Perketat 6 Prinsip HACCP demi Kesehatan Anak
- Keluhan Makanan Basi di Menu Makan Bergizi Gratis, Apa Dampaknya jika Dikonsumsi Anak?
- Komunikasi Lewat Teks Bermanfaat untuk Introvert dan Ekstrovert
- Komunikasi Lewat Chat atau Telepon, Mana Lebih Efektif bagi Gen Z dan Milenial?
- Kenali, 3 Tanda Eksplorasi Seksual yang Tidak Sehat
- Di Mana Batasan “Normal” dalam Eksplorasi Seksual?
- 3 Cara Mengetahui Moon Sign, Pahami Sifat Emosional