luxdomini.net

Menerima Perbedaan dan Ketidaksempurnaan

.
Lihat Foto

Oleh: Selly Feransa dan Riana Sahrani*

SEBAGIAN besar dari kita sering mendengar pernyataan "jangan pernah terlalu berharap pada manusia, karena manusia adalah makhluk yang penuh keterbatasan."

Awalnya, ketika pertama kali mendengar pernyataan tersebut terdapat kesan pesimistis, bahkan cenderung jauh dari arti positif.

Padahal jelas sedari kecil kita selalu diajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial di mana dalam berbagai konteks manusia pada akhirnya akan saling berinteraksi dengan manusia lain.

Seiring berjalannya waktu dan belajar dari pengalaman dan teori yang ada, akhirnya muncul pemamahan lain dari pernyataan tersebut. Harapan atau hope—dalam konteks apa pun, baik sebagai pasangan, orangtua, anak, teman, atau rekan kerja—adalah sesuatu yang alami.

Mengutip dari "Teori Hope," konsep psikologi positif yang dikembangkan oleh psikolog Amerika, Charles Snyder, definisi harapan adalah keyakinan bahwa masa depan seseorang akan lebih baik daripada saat ini dan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk mewujudkannya.

Harapan melibatkan optimisme dan sikap percaya diri bahwa setiap dari kita bisa melakukannya.

Di balik definisi positif, cukup banyak penelitian yang mengorelasikan harapan dengan kekecewaan, baik dalam konteks apapun.

Menurut Loomes dan Sugden (1986), inti dari teori kekecewaan adalah bahwa seseorang membangun ekspektasi terhadap hasil yang tidak pasti, dan jika hasil sebenarnya lebih buruk (atau lebih baik) dari ekspektasi tersebut, individu akan merasakan kekecewaan (atau kegembiraan).

Terdapat satu penelitian mengenai hubungan antara harapan dan kekecewaan dalam konteks pernikahan. Kesimpulannya, harapan dan kekecewaan bergantung pada berbagai faktor seperti ekspektasi individu, komunikasi, kompatibilitas, situasi, dan dinamika hubungan.

Jika dilihat dengan lebih seksama, faktor-faktor ini menjadi cukup general untuk diadaptasikan bukan hanya dalam konteks pernikahan saja.

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya harapan dan kekecewaan, terdapat salah satu kalimat kunci yang dapat kita tarik, yaitu memahami sudut pandang orang lain.

Jika Anda masih ingat tentang salah satu gambar terkenal, yaitu gambar guci Rubin di mana sebagian orang mengenalinya sebagai gambar bentuk guci, sementara lainnya melihat dua wajah.

Menariknya, kedua interpretasi itu benar, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Hal ini juga berlaku dalam hubungan manusia. Apa yang kita pikirkan atau harapkan dari seseorang sering kali tidak sama dengan apa yang mereka pikirkan atau lakukan.

Dalam hubungan apa pun, setiap orang berperan sebagai "sutradara" dalam hidupnya sendiri. Kita mungkin merancang cerita ideal, tentang bagaimana pasangan seharusnya bersikap, bagaimana anak seharusnya bertindak, atau bagaimana teman harus mendukung kita.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat