Kesulitan Ekonomi Buat Suami Rentan Lakukan KDRT, Kenapa?
- Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12% akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
Kenaikan tersebut tidak dapat dianggap remeh karena memiliki efek domino yang berpotensi meningkatkan harga kebutuhan.
Hal ini dapat memperburuk kondisi ekonomi keluarga, terutama bagi suami yang menjadi pencari nafkah utama.
Baca juga: Anak Menyaksikan KDRT di Rumah, Waspadai Dampaknya
Menurut Psikolog Klinis Olphi Disya Arinda, M.Psi., kesulitan ekonomi sering kali menjadi pemicu stres yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat memicu perilaku tidak diinginkan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa stres finansial atau stres ekonomi dapat meningkatkan risiko perilaku yang kasar dalam rumah tangga," ujarnya ketika diwawancarai , Kamis (19/12/2024).
Kesulitan ekonomi mengacu pada tekanan finansial yang dihadapi oleh individu atau keluarga, akibat kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
Tekanan ini sering kali memunculkan rasa frustrasi yang dapat memicu ledakan emosi, terutama jika seseorang tidak memiliki kemampuan mengelola stress dan regulasi emosi yang baik.
Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua suami yang mengalami kesulitan ekonomi akan bertindak kasar.
"Perlu digaris bawahi bahwa tidak berarti setiap suami dalam kondisi stres ekonomi itu pasti berperilaku demikian. Tidak," tega Disya.
Faktor-faktor lain juga berperan dalam munculnya perilaku KDRT, seperti kepribadian, pola asuh yang pernah dialami, dan kurangnya dukungan sosial.
Baca juga: Mengapa Suami Bisa Melakukan KDRT pada Istrinya?
Misalnya, seorang suami yang merupakan pencari nafkah keluarga adalah pribadi dengan sifat pencemas dan mudah marah.
Ia juga ternyata memiliki trauma masa lalu yang belum terselesaikan, kemudian ada stres finansial karena kenaikan harga.
"Lalu juga enggak ada dukungan sosial, kebayang ya bagaimana stresnya," pungkas Disya.
Hal itu membuat mereka lebih rentan melampiaskan stresnya kepada anggota keluarga di rumah.
Dalam budaya Indonesia, suami sering kali dianggap sebagai figur otoritas. Ketika menghadapi tekanan finansial, mereka cenderung melampiaskan frustrasi pada orang-orang yang dianggap berada di bawah mereka dalam struktur keluarga, yaitu istri dan anak-anak.
"Makanya mereka akan melampiaskan stresnya pada orang-orang terdekat," tutup Disya.
Terkini Lainnya
- Tampilan Para Tokoh di Pelantikan Donald Trump 2025: Melania, Jill Biden, hingga Elon Musk
- 3 Hal yang Harus Diperhatikan Saat Membeli Barang Preloved
- Sederet Manfaat Gaya Hidup Minimalis, Ini Kata Mereka yang Menerapkan...
- 2 Cara Merawat Pakaian Preloved agar Awet Dipakai Jangka Panjang
- Ayah Poligami Bisa Pengaruhi Psikologis Anak hingga Dewasa
- ASN Jakarta Boleh Poligami, Waspada Dampaknya pada Anak
- 6 Syarat Ikutan Acara Cari Jodoh Di Jogja, Sudah Tahu?
- Tips Memilih Pakaian Preloved, Perhatikan Kualitasnya
- 5 Tips memilih Pompa ASI yang Aman, Pastikan Ada Izin Edarnya
- 3 Penyebab Payudara Lecet Saat Menggunakan Pompa ASI
- Gaya Ikonik Para Ibu Negara AS di Pelantikan Presiden AS
- Gaya Melania Trump dengan Mantel dari Rumah Mode Ternama di Pemakaman Prajurit Tak Dikenal
- Tak Hanya WNI, Acara Cari Jodoh di Jogja Juga Ramai Diminati WNA
- 11 Topi Lokal Stylish untuk OOTD, mulai Rp 35.000-an
- Jomblo Merapat, Acara Cari Jodoh di Jogja Digelar Lagi 26 Januari