Trauma Dapat Sebabkan Penderitanya Berhalusinasi, Kok Bisa?
- Halusinasi adalah gangguan yang menyebabkan seseorang merasakan, mendengar, atau melihat sesuatu yang sebennarnya tidak ada.
Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan halusinasi, salah satunya PTSD atau post-traumatic stress disorder.
Menurut Psikiater Forensik Natalia Widiasih Raharjanti, halusinasi juga dapat dialami oleh penderita post-traumatic stress disorder (PTSD).
"Di mana halusinasi terjadi sebagai bagian dari respons terhadap trauma yang dialami melalui kilas balik (flashback)," ujarnya pada , Rabu (4/12/2024).
Artinya, halusinasi dapat muncul sebagai kilas balik (flashback) atau kenangan pengalaman yang sangat emosional, sehingga memengaruhi kondisi dan perilaku penderitanya.
Baca juga: Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan Cara Mengatasinya
Bentuk-Bentuk Halusinasi pada PTSD
Menurut Natalia, penderita PTSD dapat mengalami berbagai jenis halusinasi yang terkait dengan trauma masa lalunya, di antaranya:
- Halusinasi Auditori: Mendengar suara-suara yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, seperti tembakan, teriakan, atau suara pelaku yang menyebabkannya mengalami trauma.
- Halusinasi Visual: Melihat sosok atau adegan yang berhubungan dengan kejadian traumatik.
- Halusinasi Somatik: Merasakan kembali sensasi fisik yang terjadi selama trauma, seperti rasa sakit akibat luka atau tekanan pada tubuh.
"Uniknya, tidak sedikit pasien dengan PTSD mengalami halusinasi somatik," ungkap Natalia.
Hal ini sering dipicu oleh stimulus tertentu, yang mengingatkan mereka pada kejadian masa lalu.
Baca juga: Mengenal Skizofrenia, Penyakit Mental yang Sebabkan Halusinasi dan Delusi
Pemicu Halusinasi pada PTSD
Trauma masa kecil (adverse childhood experiences) menjadi salah satu faktor risiko utama yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya halusinasi pada PTSD.
Misalnya, pengalaman buruk di masa kecil, seperti pengabaian, kekerasan, perundungan, atau disfungsi keluarga, yang menciptakan dampak jangka panjang.
Dalam kasus ini, sistem sensorik penderita menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan tertentu yang dipersepsikan sebagai ancaman (sensory-perceived threat).
"Terjadi sensory-perceived threat (stimulus sensori yang dipersepsikan sebagai ancaman) yang menyebabkan terjadinya gangguan persepsi akibat peningkatan sensitivitas sistem sensorik," tutur Natalia.
Baca juga: Kata Pakar Kejiwaan soal Bisikan Gaib yang Berakibat Remaja Bunuh Ayah dan Neneknya
Sensitivitas ini dapat memicu gangguan persepsi, termasuk halusinasi, terutama ketika penderita menghadapi situasi yang mengingatkan pada trauma mereka.
"Hal tersebut memengaruhi cara mereka memproses dan memahami informasi dari lingkungan sekitar," tutup Natalia.
Terkini Lainnya
- Begini Prosedur Minta Perlindungan LPSK untuk Masuk ke Rumah Aman
- Mengapa Banyak Siswa Enggan Makan Sayur dari Makan Bergizi Gratis?
- Berkaca dari Nikita Mirzani-Lolly, Mengapa Remaja Perempuan Sulit Akur dengan Ibu?
- Tidak untuk Selamanya, Ini Jangka Waktu Tinggal di Rumah Aman LPSK
- Apa Itu Rumah Aman? Tempat Anak Nikita Mirzani Sempat Kabur
- Waspadai, Risiko Kesehatan di Balik Praktik "Swinger"
- Kenapa Fenomena "Swinger" Lebih Sering Dijumpai di Kota Besar?
- Jadi Orangtua, Gen Z Awal Lebih Kritis Soal Info Kesehatan
- Intip 4 Ide OOTD Kasual Kim Yoon Hye, Pemeran di Love Scout
- Alasan Gen Z Awal Cukup Matang dalam Mempertimbangkan Jumlah Anak
- Kasus Siswa Dihukum Duduk di Lantai Bisa Hilangkan Motivasi Belajar
- Cerita Tom Holland, Adaptasi Pola Makan Demi Peran
- 5 Cara Mengatasi IBS untuk Pencernaan yang Lebih Nyaman
- Sibuk tapi Ingin Merawat Kulit? Eva Mulia Clinic Tawarkan Perawatan Praktis dan Efektif
- 5 Ide OOTD Han Ji Min dalam Serial Love Scout, Cocok untuk ke Kantor