luxdomini.net

Berkaca dari Kasus Remaja Bunuh Ayah dan Nenek, Apa Stres Belajar Bisa Timbulkan Perilaku Agresif?

Ilustrasi anak belajar
Lihat Foto

- Kasus seorang remaja 14 tahun berinisial MAS yang membunuh ayah dan neneknya, serta melukai ibunya mengejutkan masyarakat Indonesia.

Peristiwa tragis ini terjadi di Perumahan Taman Bona Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (30/11/2024). Hingga kini, kasus pembunuhan keluarga ini masih dalam penyelidikan.

Beberapa laporan menyebutkan, bahwa MAS mengalami tekanan belajar yang berat dari orangtuanya. Hal ini memunculkan spekulasi di kalangan netizen, bahwa tindakannya dipicu oleh depresi akibat tekanan tersebut.

Baca juga: Kasus Remaja Bunuh Ayah dan Nenek, Kenali Tanda Awal Skizofrenia pada Remaja

Dilansir dari (4/12/2024), Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, telah mengklarifikasi bahwa motif pembunuhan ini bukan karena MAS dipaksa terus belajar.

"Bukan, bukan (motif pembunuhan bukan karena pelaku dipaksa terus belajar)," tegas Nurma.

Namun, apakah benar tekanan belajar dapat menyebabkan perilaku agresif hingga aksi kekerasan ekstrem?

Menurut Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Zulvia Oktanida Syarif, tekanan yang berat dan berulang memang bisa meningkatkan risiko gangguan mental, seperti depresi, yang dapat memicu perilaku agresif.

"Depresi itu bisa menimbulkan perilaku seperti itu (pembunuhan). Sebetulnya, siapa pun bisa mengalami, termasuk anak dan remaja," ujarnya kepada , Selasa (3/12/2024).

Namun, Zulvia menekankan bahwa tindakan ekstrem seperti kekerasan terhadap orangtua tidak terjadi secara instan hanya karena tekanan belajar.

Biasanya, perilaku tersebut merupakan hasil dari akumulasi tekanan berulang yang memengaruhi cara berpikir, emosi, dan perilaku seseorang.

"Tekanan-tekanan yang berulang, itu yang mungkin akhirnya membuat si anak ini yang sudah tidak tahan dengan tekanannya, akhirnya memunculkan perilaku yang di luar logika dan akal sehat," jelas Zulvia.

Psikiater forensik Natalia Widiasih Raharjanti menambahkan, bahwa distress akibat tekanan belajar yang berkepanjangan dapat berdampak serius pada anak, terutama jika melebihi kemampuan adaptif mereka.

Baca juga: Kata Pakar Kejiwaan soal Bisikan Gaib yang Berakibat Remaja Bunuh Ayah dan Neneknya

"Ketika konflik itu melebihi kemampuan adaptif atau kemampuan koping seseorang hingga menyebabkan kelelahan fisik dan mental serta menjadi disfungsional, itu yang disebut dengan distress," katanya kepada , Rabu (4/12/2024).

Natalia menjelaskan, bahwa respons anak terhadap tekanan dapat terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Eksternalisasi, yaitu kecenderungan untuk mengekspresikan masalah ke luar diri, seperti perilaku hiperaktivitas, impulsif, atau agresi.
  • Internalisasi, yaitu kecenderungan untuk menyimpan masalah dalam diri, yang dapat berujung pada kecemasan, depresi, dan menarik diri  dari sosial.

Baca juga: Sederet Gejala Gangguan Kecemasan, Jangan Sepelekan

Anak dengan kecenderungan eksternalisasi lebih rentan menunjukkan perilaku agresif, tetapi Natalia menegaskan, tindakan ekstrem seperti melukai orangtua jarang terjadi dan melibatkan interaksi berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial.

"Namun, perilaku agresi dan impulsif pada anak tidak hanya disebabkan oleh tekanan akademik semata, melainkan merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial," tutup Natalia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat