Arti Kehadiran Ayah dalam Pengasuhan Anak
Oleh: Dr. Naomi Soetikno, M.Pd., Psikolog, dan Dr. Heryanti Satyadi, M.Si., Psikolog, Andi Nining Srihastuti*
KETERLIBATAN ayah dalam mengasuh anak merupakan aspek penting yang semakin mendapat perhatian di Indonesia, terutama dalam konteks fenomena fatherless.
Istilah ini merujuk pada kondisi di mana anak tumbuh tanpa kehadiran ayah, baik secara fisik maupun emosional.
Fenomena ini dapat disebabkan berbagai faktor, termasuk perceraian, kematian, atau ayah yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan budaya patriarki yang menganggap pengasuhan sebagai tanggung jawab ibu semata.
Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan level fatherless tertinggi di dunia.
Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF), sekitar 20,9 persen anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah.
Pada sisi lain, menurut data Susenas 2021, jumlah anak usia dini di Indonesia mencapai 30,83 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 2,67 persen atau sekitar 826.875 anak usia dini tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandung.
Kemudian, 7,04 persen atau sekitar 2.170.702 anak usia dini hanya tinggal bersama ibu kandung.
Artinya, dari jumlah 30,83 juta anak usia dini yang ada di Indonesia, hampir 3 juta orang kehilangan sosok ayah atau tidak tinggal bersama dengan ayahnya (NU Online 2023). Kondisi ini merupakan tantangan besar bagi perkembangan psikologis dan sosial anak.
Anak-anak yang tumbuh dengan minim perhatian dari ayah sering kali menghadapi kesulitan dalam membangun identitas diri dan kepercayaan diri, serta lebih rentan terhadap masalah perilaku seperti kenakalan remaja dan terlibat narkoba (Bahfen et al., 2023).
Keterlibatan ayah memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan anak. Keterlibatan ayah dalam kegiatan sehari-hari, seperti membantu mengerjakan pekerjaan rumah (PR), bermain bersama, atau hanya sekadar mendengarkan cerita anak, dapat memberikan rasa aman dan dukungan emosional yang dibutuhkan anak.
Anak-anak yang memiliki hubungan dekat dengan ayah mereka cenderung lebih baik dalam hal kemampuan komunikasi dan lebih mampu berinteraksi dengan teman sebaya (keterampilan sosial).
Selain itu, anak lebih mampu menahan tantangan dan stres, memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik (Resiliensi), mampu mengurangi risiko depresi dan kecemasan (kesehatan mental).
Ayah yang terlibat dalam pengasuhan anak dapat menjadi role model peran yang baik (Hidayat et al., 2024).
Mereka menunjukkan kepada anak-anak bagaimana berperilaku secara bertanggung jawab, menghargai orang lain, dan bekerja keras.
Terkini Lainnya
- Cerita Diet Hasan, Berhasil Turun Berat Badan 16 Kg dengan Metode Diet SMART
- Tak Hanya pada Kulit, Tanda Penuaan Juga Dialami Bagian Tubuh Lainnya
- Jangan Sekadar Ikut Tren, Pilih Perawatan Kulit Sesuai Kebutuhan agar Tepat Sasaran
- Tips Cari Perabotan Bebas Zat BPA, Penting untuk Kesehatan Keluarga
- 15 Tanda Pacar Selingkuh Saat LDR, Sering Tak Disadari
- Awas Perabotan Mengandung Zat BPA, Ini Bahayanya bagi Perkembangan Anak
- 8 Sifat Virgo dalam Percintaan, Kritis tapi Penyayang
- 9 Cara agar LDR Tetap Langgeng, Cowok Wajib Tahu
- Ibu Hamil Jangan Sering Pakai Perabotan Plastik, Ini Alasannya
- Marsha Timothy: Tak Ada Kata Terlambat untuk Merawat Kulit
- 3 Tips Intermittent Fasting ala Adrian Maulana, Mulai Secara Bertahap
- "Separate Issue" dalam Film "Finding Nemo"
- Kasus Remaja Bunuh Ayah dan Nenek, Kenali Tanda Awal Skizofrenia pada Remaja
- Marsha Timothy Ungkap Rahasia di Balik Kulit Awet Mudanya
- 5 Model Kacamata yang Sedang Tren, Ada Model Cat Eye