Faktor Ekonomi Jadi Salah Satu Penyebab Tingginya Perceraian, Psikolog Jelaskan Alasannya
JAKARTA, – Sebanyak 1.801 istri di Semarang, Jawa Tengah, menggugat cerai suaminya selama 2024.
Berdasarkan Data Pengadilan Agama Kota Semarang, beberapa faktor penyebab angka perceraian menjadi tinggi adalah perselisihan dan ekonomi.
“Karena faktor ekonomi sebanyak 286,” kata Pengelola Informasi dan Dokumentasi Pengadilan Agama Kota Semarang, Sundoro Ady Nugroho, di kantornya pada Selasa (12/11/2024), dikutip dari , Selasa (26/11/2024).
Sementara itu, perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menyumbang 1.470 kasus perceraian di Kota Semarang.
Baca juga: 1.801 Istri di Semarang Gugat Suami, Pertengkaran dan Faktor Ekonomi Penyebab Terbanyak
Psikolog keluarga sekaligus konsultan pranikah, Sukmadiarti, M.Psi., mengatakan, faktor ekonomi bisa menjadi penyebab perceraian, karena kepala rumah tangga tidak bisa memenuhi kebutuhan fisiologis keluarganya.
“Finansial itu memengaruhi kebutuhan manusia akan rasa aman,” ungkap dia kepada , Selasa (26/11/2024).
Faktor fisiologis tidak terpenuhi
Dalam dunia psikologi, Abraham Maslow dikenal sebagai tokoh psikologi pencetus teori hierarki kebutuhan. Menurut pria asal Amerika Serikat ini, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki.
Manusia akan berusaha memenuhi satu jenjang kebutuhan terlebih dulu, sebelum mencoba memenuhi kebutuhan di jenjang berikutnya.
Baca juga: Menganggur, Alasan Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Perceraian
“Dalam psikologi, ada yang namanya level kebutuhan manusia. Yang paling bawah adalah kebutuhan fisiologis seperti makan. Kemudian, di atasnya ada yang namanya kebutuhan tentang keamanan,” tutur Sukmadiarti.
Dalam teori kebutuhan Maslow, kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan paling mendasar. Kebutuhan ini juga disebut sebagai kebutuhan primer, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal.
Selanjutnya adalah kebutuhan akan rasa aman. Ini mencakup kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlindungan dari bahaya fisik dan emosi.
Baca juga: Gaji Pasangan Sebagian Besar untuk Keluarga, Red Flag atau Bukan?
Pengaruhi kebutuhan akan rasa aman
Sukmadiarti menerangkan, kebutuhan akan rasa aman hanya bisa dipenuhi ketika kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi.
Pemenuhan dua kebutuhan ini sangat krusial untuk mendukung pemenuhan kebutuhan lain, agar manusia bisa hidup dengan baik.
“Finansial itu memengaruhi kebutuhan manusia akan rasa aman. Ketika pasangannya, yang dianggap sebagai suami bertanggung jawab, secara nafkah tidak bisa memenuhinya, tentu membuat istri merasa tidak aman,” papar dia.
Baca juga: Kapan Waktu Terbaik Membicarakan soal Keuangan Bersama Pasangan?
Terlebih, jika suami tidak menunjukkan itikad baik atau usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis keluarganya.
Tentunya, sang istri dapat semakin merasa tidak aman karena psikologisnya terguncang. Pada akhirnya, ia pun memutuskan untuk bercerai karena faktor ekonomi.
“Kalau sudah berlarut-larut, si pria mungkin tidak secara materi saja tapi juga tidak memperlihatkan kesungguhan dalam mencari nafkah, akhirnya istri memutuskan untuk berpisah,” pungkas Sukmadiarti.
Terkini Lainnya
- Tips Cari Perabotan Bebas Zat BPA, Penting untuk Kesehatan Keluarga
- 15 Tanda Pacar Selingkuh Saat LDR, Sering Tak Disadari
- Awas Perabotan Mengandung Zat BPA, Ini Bahayanya bagi Perkembangan Anak
- 8 Sifat Virgo dalam Percintaan, Kritis tapi Penyayang
- 9 Cara agar LDR Tetap Langgeng, Cowok Wajib Tahu
- Ibu Hamil Jangan Sering Pakai Perabotan Plastik, Ini Alasannya
- Marsha Timothy: Tak Ada Kata Terlambat untuk Merawat Kulit
- 3 Tips Intermittent Fasting ala Adrian Maulana, Mulai Secara Bertahap
- "Separate Issue" dalam Film "Finding Nemo"
- Kasus Remaja Bunuh Ayah dan Nenek, Kenali Tanda Awal Skizofrenia pada Remaja
- Marsha Timothy Ungkap Rahasia di Balik Kulit Awet Mudanya
- 5 Model Kacamata yang Sedang Tren, Ada Model Cat Eye
- 3 Jenis Produk Menstruasi dan Cara Menggunakannya, Perempuan Harus Tahu
- 16 Makanan Tinggi Protein untuk Diet Selain Telur, Ada Tempe dan Udang
- Pemanfaatan AI di Industri Kecantikan Diprediksi Jadi Tren Tahun 2025