luxdomini.net

Menganggur, Alasan Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Perceraian

Ilustrasi bercerai.
Lihat Foto

JAKARTA, – Data Pengadilan Agama Kota Semarang, Jawa Tengah, mengungkap, sebanyak 1.801 istri di Semarang menggugat cerai suaminya selama 2024.

Dikutip dari , Senin (25/11/2024), ada beberapa penyebab angka perceraian menjadi tinggi di Kota Semarang. Di antaranya adalah faktor perselisihan dan ekonomi.

“Karena faktor ekonomi sebanyak 286,” ungkap Pengelola Informasi dan Dokumentasi Pengadilan Agama Kota Semarang, Sundoro Ady Nugroho, di kantornya pada Selasa (12/11/2024).

Baca juga: 1.801 Istri di Semarang Gugat Suami, Pertengkaran dan Faktor Ekonomi Penyebab Terbanyak

Sementara itu, perselisihan dan pertengkaran terus menerus menyumbang 1.470 kasus perceraian di Kota Semarang.

Ini hanyalah satu contoh dari sekian banyak kasus yang mungkin terjadi di Indonesia.

Perencana keuangan dan Co-Founder Purwantara Aidil Akbar Madjid mengatakan, perlu dilihat lebih lanjut apakah faktor ekonomi tersebut karena masalah dalam mencukupi kebutuhan pokok atau alasan lainnya.

Namun, secara umum dan dalam skala nasional, salah satu kemungkinan yang bisa menjadikan faktor ekonomi sebagai alasan untuk bercerai adalah banyaknya laki-laki yang mengaggur.

“Tapi juga sebenarnya, laki-laki menganggur harus dilihat lagi apakah memang karena laki-lakinya mungkin malas kerja, atau banyak lapangan pekerjaan yang diambil-alih oleh perempuan?” ujar Aidil kepada , Senin.

Baca juga: Kimberly Ryder Hanya Tuntut Nafkah Rp 5.000 dalam Proses Cerai, Ketahui Hak Perempuan Pasca-perceraian

Menganggur karena bidang pekerjaan atau malas?

Saat ini, ada cukup banyak bidang pekerjaan yang juga bisa dilakukan oleh perempuan. Salah satunya menjadi buruh pabrik.

 

Padahal, jauh sebelumnya mayoritas buruh pabrik adalah laki-laki.

Lebih lanjut, ada pula bidang pekerjaan berbasis gender yang lebih memprioritaskan perempuan, seperti bidang administrasi dan sekretaris.

Baca juga: Apa Itu Cincin Perceraian dan Bagaimana Orang Membuatnya?

Ketika lapangan pekerjaan semakin kompetitif, pendapatan yang diperoleh laki-laki pun menjadi sedikit. Di sisi lain, saat ini lebih banyak figur istri yang bekerja.

“Sehingga, perempuannya merasa lebih dominan dibandingkan laki-lakinya, kalau mereka enggak punya pekerjaan. Kecuali, kasusnya adalah si laki-laki malas,” tutur Aidil.

Untuk kasus perceraian karena faktor ekonomi di Kota Semarang, misalnya, perlu dilihat berapa Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan demografi laki-laki dalam tingkat pengangguran di kota itu.

“Kalau (data pengangguran) tinggi, khususnya demografi laki-laki, maka datanya matching dengan kasus perceraian yang tinggi. Artinya, kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok saja tidak mampu karena jumlah pekerjaan yang sedikit, sehingga penganggurannya tinggi,” kata dia.

Baca juga: Waspada, Perceraian Orangtua Bisa Tingkatkan Risiko Stunting pada Anak

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat