Resiliensi Keluarga: Jaket Pelampung dalam Laut Kehidupan
Oleh: Bonar Hutapea, S.Psi., M.Psi.
KELUARGA serasa neraka dunia karena menjadi sumber derita dan tragedi kehidupan? Ya, tak sedikit orang mengakuinya, terutama orang-orang muda, dalam sejumlah siniar (podcast) dan platform media sosial lainnya beberapa waktu belakangan ini.
Kalau begitu, apakah kisah dan kehidupan keluarga dalam “Little House on the Prairie” dan di Indonesia ada “Keluarga Cemara” yang terkenal itu hanya ada dalam layar kaca dan layar perak, semata-mata khayalan saja? Tentu saja tidak.
Tak kalah banyak anak muda yang menyatakan bahwa keluarga dihayati serasa surga, anugerah, harta yang paling berharga dan keindahan di alam semesta ini.
Alasannya adalah keluarga menjadi tempat terbaik untuk berbagi, tempat untuk pulang kembali, mendapatkan kehangatan dan kasih sayang, belajar dan mendapatkan didikan juga bimbingan selain kompas moral.
Mengapa harus resiliensi keluarga?
Saat ini, terutama dengan banyaknya tantangan baru, bahkan masa sulit dengan situasi yang cepat berubah, tak menentu, tak pasti, membingungkan dan rumit, peran keluarga semakin penting.
Misalnya, saat menghadapi pandemi Covid-19 di mana kesejahteraan psikologis dipertaruhkan, keluarga sungguh menjadi tumpuan.
Begitu pula dalam situasi perang, bencana, kekerasan politik, terorisme, krisis ekonomi atau situasi apapun sebagai guncangan, bahkan serasa badai dalam laut kehidupan.
Para ahli menyatakan bahwa keluarga, alih-alih dipandang sebagai sumber risiko, justru diakui berkontribusi pada ketangguhan anggotanya. Urgensi resiliensi keluarga semakin menguat selain menempati peran amat penting dalam resiliensi psikososial.
Resiliensi keluarga adalah kemampuan keluarga untuk bertahan dan bangkit kembali dari tantangan hidup yang penuh tekanan, kesulitan, trauma, tragedi, atau ancaman, bahkan sesudahnya bisa semakin kuat dan berdaya.
Faktor risiko dan faktor proteksi
Resiliensi keluarga merupakan interaksi dinamis antara faktor risiko dan faktor proteksi. Faktor proteksilah yang menentukan respons terhadap kejadian buruk untuk mencegah hasil negatif. Sedangkan faktor risiko meningkatkan kemungkinan dampak buruk bagi keluarga.
Beberapa faktor proteksi yang dominan antara lain: keyakinan diri yang tinggi, penilaian kognitif positif dan dukungan sosial yang berdampak pada adaptasi keluarga yang sehat, pengasuhan positif, peningkatan kepuasan terhadap peran pengasuhan, dan kesejahteraan psikologis orangtua, termasuk berkurangnya stres orangtua.
Tentu saja ada keluarga yang lebih rentan atau menghadapi lebih banyak kesulitan daripada keluarga lainnya.
Meski begitu, diyakini bahwa semua keluarga memiliki potensi untuk memperkuat ketangguhan mereka dalam mengatasi tantangan.
Bahkan orang-orang yang pernah mengalami trauma berat atau relasi keluarga yang sangat bermasalah, buruk dan parah tetap memiliki potensi untuk pemulihan dan pertumbuhan selama perjalanan hidup dan lintas generasi.
Karakteristik dan faktor yang memperkuat resiliensi keluarga
Dari berbagai penelitian dan pemikiran para ahli, di antaranya Keri Black dan Marie Lobo di Journal of Family Nursing tahun 2008, diketahui terdapat sejumlah faktor yang berperan terhadap seberapa kuat resiliensi keluarga. Berikut di antaranya:
Pandangan positif. Rasa percaya, optimisme dan kepercayaan diri dijaga sebagaimana semua kekuatan, keberanian, harapan dan berbagai kemungkinan. Semua ini efektif untuk mengatasi berbagai masalah dalam keluarga.
Terkini Lainnya
- Cara Mengurangi Limbah Tekstil, Salah Satunya Pakai Baju Selama Mungkin
- Tas Multifungsi Jadi Andalan Putri Marino untuk Tampil Sehari-hari
- Selain Berbahaya bagi Lingkungan, Limbah Tekstil Juga Mengancam Kesehatan
- Bagaimana Cara Mendapatkan Jodoh yang Baik? Mak Comblang Profesional Ungkap Tipsnya
- 4 Alasan Orangtua Ingin Anaknya Nikah Muda, Termasuk Kurang Edukasi
- Ibu yang Nikah Muda Berpeluang Lakukan Kekerasan pada Anak
- Bukan Makanan, Debu Rumah Paling Sering Memicu Kambuhnya Eksim
- Nikah Muda Lebih Berisiko Cerai, Kenapa?
- JMFW 2025, Indonesia Bidik Dominasi Industri Busana Muslim Global
- Penyebab Mukena Berbau Tak Sedap dan Solusinya
- Sunscreen untuk Anak, Lebih baik Physical atau Chemical?
- 5 Pilihan Merek Kebaya Encim Modern, Mulai Rp 250.000
- Cara Tepat Mencuci Mukena Renda agar Tidak Rusak
- 6 Tanda "Yellow Flag" yang Harus Diwaspadai dalam Pernikahan
- 5 Hal yang Bisa Dilakukan di Jakarta Muslim Fashion Week 2025