Apa yang Menyebabkan Anak Tantrum?
- Tantrum adalah kondisi ketika anak marah, menangis, berteriak, dan mengamuk.
Orangtua kerap dibuat bingung, karena anak bisa tiba-tiba tantrum dan sulit untuk ditenangkan.
Sebagai orangtua, sebaiknya tidak terpancing emosi dan balik memarahi anak. Lebih baik kita mencari tahu penyebabnya anak tantrum.
Apa yang menyebabkan anak tantrum?
Menurut Dokter Spesialis Anak Kurniawan Satria Denta, tantrum pada anak biasanya disebabkan oleh kombinasi faktor.
"Termasuk ketidakmampuan anak untuk mengekspresikan perasaan mereka dengan kata-kata, kelelahan, rasa lapar, atau frustasi karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan," ujarnya ketika diwawancarai pada Senin (2/9/2024).
Baca juga: Awas, Sering Menjahili Anak sampai Nangis Bisa Membuatnya Jadi Cengeng
Belum bisa berbicara dan tidak mampu mengomunikasikan perasaannya, maka anak mengekspresikannya dengan tantrum.
"Tantrum adalah bagian dari perkembangan normal, saat anak belajar mengatur emosi mereka," jelasnya.
Oleh sebab itu, orangtua tidak perlu khawatir ketika anaknya mulai mengalami tantrum. Selama tantrum, orangtua bisa menjaga agar anak tetap aman dan tidak menyakiti dirinya sendiri.
Orangtua juga bisa mencari tahu, mengapa anak tantrum dan mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Misalnya, anak tantrum karena kelelahan. Maka, kita dapat menghentikan seluruh aktivitasnya dan membawanya pergi tidur.
Baca juga: Bagaimana Cara Menghadapi Anak yang Tantrum?
Hal serupa diungkapkan oleh Psikolog Anak dan Keluarga Samanta Elsener, bahwa tantrum adalah hal yang wajar.
"Fase usia 2 hingga 5 tahun merupakan rentang usia yang wajar anak mengalami tantrum karena anak merasa emosi baru yang bermunculan dan belum tahu bagaimana meregulasi emosinya, umumnya anak merasa emosi negatif (marah, kesal, frustrasi, kecewa)," jelasnya ketika diwawancari pada Senin (2/9/2024).
Terkadang sulit untuk bersabar ketika anak sedang tantrum. Namun, orangtua harus ingat bahwa ketika tantrum anak sedang mengalami kesulitan.
Ia kesulitan untuk mencerna perasaannya sendiri, mereka kewalahan dengan emosi-emosi yang muncul dalam diri mereka.
Namun, mereka belum bisa berbicara seperti orang dewasa. Maka, mereka menyampaikan perasaan mereka lewat tindakan yang meledak-ledak.
"Sehingga butuh diarahkan dan diajarkan bagaimana meregulasi emosinya dengan tepat," tutup Samanta.
Terkini Lainnya
- 5 Tanda Haid Tidak Normal, Wajib Waspada
- Jangan Takut, Ini 3 Tips Komunikasi dengan Penderita Skizofrenia
- Anak Tunjukkan Gejala Awal Skizofrenia? Lakukan 4 Hal Ini
- Curhat Nurra Datau, Pernah Alami Kulit Terbakar akibat Sepelekan Sunscreen
- Mengasuh Anak Juga Proses Pengembangan Diri, Kenapa?
- Seberapa Sering Laki-laki Harus Cukur Rambut?
- Jangan Merasa Bersalah Ketika Harus Meninggalkan Anak Bekerja
- Cara Mengajarkan Anak untuk Menghormati Waktu "Me Time" Orangtua
- 6 Perbedaan Barbershop dan Pangkas Rambut Biasa, Sudah Tahu?
- Studi Temukan Gen Z Generasi Paling Kesepian, Ternyata Ini Sebabnya
- Para Ibu, Kenali 3 Tahap Stres pada Pengasuhan Berikut
- Kenali 2 Siklus Stres pada Ibu dan Dampaknya
- 4 Fakta Kebaya Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Tak Cuma Milik Indonesia
- Pentingnya Deteksi Dini Skizofrenia agar Penderitanya Bisa Hidup Mandiri
- Berburu Flash Sale Skincare bareng Jastiper dan "Beauty Enthusiast"...