Keluarga Utuh Lebih Banyak Mengalami Gangguan Mental daripada yang Hidup Sendiri
- Memiliki keluarga yang utuh adalah impian banyak orang. Keluarga yang utuh kerap dinilai sebagai keluarga yang bahagia, karena lengkapnya sosok bapak, ibu, dan anak.
Adapun, keluarga yang tidak utuh kerap menjadi ketakutan, seperti takut anak tidak merasa lengkap dan tidak bahagia.
Keluarga utuh rentan gangguan kesehatan mental
Namun, hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di lapangan. Menurut Data Mikro Susenas BPS Maret 2022 yang diolah oleh Tim Jurnalisme Data Kompas berikut adalah jumlah orang dengan gangguan kesehatan mental menurut komposisi keluarga:
- Suami, istri, dan anak (keluarga utuh) = 1.719.844 orang atau 58,6%
- Suami atau istri dan anak = 479.162 orang atau 16,3%
- Suami dan istri = 442.951 orang atau 15,1%
- Sendiri = 293.065 orang atau 10%
Baca juga: Hindari 6 Topik Pembicaraan Ini Saat Kumpul Keluarga
Menurut anggota Tim Jurnalisme Data Harian Kompas Albertus Krisna, penemuan ini adalah hal yang unik, karena keluarga utuh biasanya identik dengan kebahagiaan.
"Nyatanya ketika kita olah data, justru mayoritas keluarga yang utuh yang mengalami gangguan emosional," ungkapnya dalam acara Kompas Editor's Talks: Apakah Masyarakat Indonesia Sudah Cukup Sehat Mental? pada hari Jumat (23/8/2024).
Dari data survey yang diikuti oleh 2,9 juta orang yang mengalami gangguan mental, lebih dari setengahnya atau 58,6% berasal dari keluarga yang utuh.
"Keluarga utuh itu dalam satu rumah ada bapak, ibu, dan anak. Terkadang juga ada nenek dan saudara yang lain," ujar Krisna.
Baca juga: 5 Cara Menghadapi Keluarga Toxic Tanpa Perselisihan
Faktor yang menyebabkan keluarga utuh rentan terkena gangguan mental
Menurut Krisna, ada empat faktor yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental pada keluarga utuh yaitu warisan trauma, fungsi keluarga, faktor eksternal, dan kedekatan orangtua anak.
Warisan trauma
"Kami coba mengonfirmasi ke beberapa narasumber bahwa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah warisan trauma," ungkapnya.
Diceritakan bahwa ada narasumber yang orangtuanya berasal dari keluarga tentara yang tegas dan menuntutnya untuk harus tegar dalam menghadapi setiap masalah.
Pola asuh tersebut kemudian diturunkan ke anaknya.
"Orang tersebut tumbuh besar dan kembali mendidik anaknya dengan pola asuh yang terlalu disiplin, tidak bisa luwes, sehingga memicu gangguan emosional pada anaknya," ujar Krisna.
Baca juga: Kenali Tanda Seseorang Terjebak dalam Trauma Bonding
Fungsi keluarga
Dalam keluarga utuh, setiap anggota keluarga memiliki fungsinya masing-masing. Namun, ada kasus di mana bapak dan ibu tidak menjalankan fungsinya dengan maksimal, karena keduanya kerap bertengkar.
"Anaknya yang masih kecil yang seharusnya masih bergantung pada pada orangtua, ketika melihat orangtuanya tidak rukun, justru anak tersebut menjadi korban," ujarnya.
Anak yang fungsi keluarganya tidak baik, kerap mengalami gangguan emosional.
Terkini Lainnya
- Hypnoparenting Harus Dilakukan Saat Anak dan 9
- Bukan Hanya untuk Makeup, Cek Undertone Juga untuk Pilih Warna Baju
- 40 Ucapan National Boyfriend Day untuk Pacar Kesayangan
- Beby Tsabina Ungkap Aroma Parfum yang Mencerminkan Kepribadiannya
- Sadari Ciri Hubungan Toksik, Sebelum Terjebak Lebih Lama
- Beby Tsabina Andalkan Parfum untuk Menjaga Rasa Percaya Diri
- Motif Batik Jlamprang Disebut Terancam Punah, Ini Sebabnya
- Anak Kecanduan "Gadget", Bisakah Diatasi dengan "Hypnoparenting"?
- Inspirasi Kebaya Para Artis yang Dilantik Jadi Anggota DPR RI
- 3 Upaya Menjaga Eksistensi Batik pada Generasi Muda
- Pentingnya Memilih Pasangan Hidup agar Tak Terjebak "Toxic Relationship"
- "Hypnoparenting" Efektif untuk Anak Usia Berapa? Ini Kata Psikolog!
- Bertahan dalam Hubungan Toksik karena Yakin Pasangan Berubah, Tepatkah?
- 4 Fakta Choi Soon-Hwa, Kontestan Tertua Miss Universe Korea Berusia 81 Tahun
- Yasmine Wildblood Ajari Anak Terbiasa Makan Nutrisi Seimbang sejak Dini