Tren Fesyen yang Sering Berganti Sebabkan Limbah Tekstil Menumpuk

JAKARTA, – Banyak dari kita yang gemar menggunakan produk fesyen terkini, agar tidak ketinggalan zaman.
Alhasil, setiap ada model pakaian terbaru yang dirilis, banyak orang berlomba-lomba membelinya supaya terus menjadi yang terdepan dalam hal fesyen.
Sementara itu, pakaian yang sudah dianggap “kuno” dibiarkan menumpuk di lemari.
Sebagian orang ada yang memutuskan untuk mendonasikan pakaian yang masih layak pakai ke orang lain.
Baca juga: Cerita di Balik Napak Bhumi, Ubah Limbah Tekstil Jadi Produk Fesyen
Namun sering kali, pakaian yang sudah memiliki cacat pada warna atau jahitannya, langsung dibuang. Pada akhirnya, terciptalah limbah tekstil.
“Daya konsumtif dari orang-orang, ego untuk membelinya (pakaian terbaru), itu tinggi banget,” ujar Pendiri Napak Bhumi, Ebi, kepada di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Menurut dia, daya konsumtif yang tinggi terhadap produk fesyen terbaru, disebabkan oleh tren fesyen yang sering berganti (fast fashion).
Bahkan, pergantian tren pakaian bisa saja terjadi dalam sehari atau seminggu, sehingga, permintaan akan model pakaian baru semakin meningkat.
Padahal, dari usaha konveksi saja sudah ada limbah tekstil berupa kain perca. Ada pula limbah dalam bentuk cairan kimia seperti pewarna pakaian.
Ditambah dengan tren fesyen yang sering berganti, kini limbah tekstil pun ada dalam bentuk baju dan celana yang sudah jadi.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SISN KLHK) per tahun 2021, Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil. Hanya 0,3 juta ton yang didaur ulang.
“Makanya, kami bikin Napak Bhumi agar bisa sedikit mengurangi fast fashion, dan bisa sedikit mengatasi isu fast fashion,” tutur Ebi.
Baca juga: Fast Fashion Sebabkan Tumpukan Limbah, Sudah Seberapa Parah?
Produk fesyen dari limbah tekstil
Napak Bhumi adalah sebuah jenama sepatu lokal yang seluruh bahan bakunya tercipta dari limbah tekstil seperti denim, corduroy, batik, dan tenun.
Ebi memperolehnya dari beberapa daerah yang ia pernah kunjungi saat melancong sambil memberikan edukasi tentang pencemaran lingkungan, terutama pencemaran akibat limbah tekstil.
Setiap pasang sepatu dibuat secara manual menggunakan tenaga dari daerah tempat Napak Bhumi mengambil limbah tekstil. Jenis limbah tekstil yang digunakan pada setiap pasang sepatu berbeda-beda.
Terkini Lainnya
- Gaya Cristiano Ronaldo Saat Naik Pesawat, Termasuk Saat ke Kupang?
- Mimpi Buang Air Besar, Tanda Keberuntungan atau Petaka?
- Apakah Tes MBTI Akurat? Ini Kata Ahli dan Deskripsinya
- Gaya Ikonik Mendiang Kim Sae-ron dan Won Bin dalam "The Man from Nowhere"
- Ronaldo ke Kupang Diajak Aktris Cote de Pablo, Siapa Dia?
- Zodiak Taurus Februari 2025: Karier Bersinar, Keuangan Harus Dikontrol
- 6 Cara Kabur dari Rutinitas Tanpa Harus Bepergian Jauh
- Bulking Saat Puasa, Aman atau Tidak?
- Survei: 62 Persen Orang Merasa Kesepian Meski di Tengah Keramaian
- Seperti Mahalini, Ini Alasan Banyak Orangtua Rahasiakan Wajah Bayinya
- Terapkan Sustainable Fashion, Kami Idea Manfaatkan Sisa Bahan Fesyen
- Remaja Rentan Merasa Kesepian, Ini Alasannya
- Kim Sae Ron Meninggal Dunia, Kenang 9 Gaya Ikoniknya di Film dan Drama
- Kesepian Lebih Sering Dialami Masyarakat Perkotaan, Mitos atau Fakta?
- Gelar "Fan Meeting" di Jakarta, Hwang In Youp Ungkap "Outfit" Andalannya