luxdomini.net

Cerita di Balik Napak Bhumi, Ubah Limbah Tekstil Jadi Produk Fesyen

Sepatu yang diproduksi dari limbah tekstil karya jenama lokal Napak Bhumi di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Lihat Foto

 JAKARTA, – Berbicara tentang limbah, sebagian besar orang hanya menyadari limbah plastik dan makanan sebagai penyumbang pencemaran lingkungan.

Padahal, limbah tekstil juga berperan dalam pencemaran lingkungan, karena jumlahnya cukup banyak.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SISN KLHK) per tahun 2021, Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil. Dari angka tersebut, hanya 0,3 juta ton yang didaur ulang.

Baca juga: Fast Fashion Sebabkan Tumpukan Limbah, Sudah Seberapa Parah?

Pendiri Napak Bhumi, Ebi, bukanlah seseorang yang berlatar belakang pendidikan lingkungan. Ia hanya seorang pria biasa yang gemar melancong.

Namun, ia khawatir akan pencemaran lingkungan, terutama dengan membludaknya limbah tekstil.

Kekhawatiran itu membuat Ebi terdorong untuk memanfaatkan dan mengubah limbah tekstil menjadi sesuatu yang bisa dipakai, yakni sepatu.

“Sebenarnya kalau gampang ya lebih ke apparel (baju dan celana) dan totebag. Tapi, kembali lagi ke kisah perjalanan (terciptanya Napak Bhumi). Saya adalah traveler yang selalu pakai sepatu, dan berpijak. Dijadikan sepatu karena lebih relate ke perjalananku,” ucap dia kepada di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Traveler yang tak sekadar jalan-jalan

Sebagai seorang traveler, Ebi mengaku pernah berada di fase gemar berfoto sambil menikmati perjalanan yang dilakukan.

Seiring bertambahnya usia, perjalanan yang dilakukan punya esensi berbeda. Ebi tak lagi melakukan kunjungan ke suatu tempat hanya untuk sekadar menikmati keindahannya semata.

“Beralih ke esensi bagaimana caranya menjadi seorang pejalan tanpa kita cuma datang ke suatu tempat dan pulang. Ibaratnya, kayak kita datang ke rumah teman, ngacak-ngacak, terus pulang. Itu kan enggak enak,” Ebi berujar.

“Bagaimana caranya di setiap daerah yang dikunjungi, sebagai pejalan yang baik, aku ingin mendapat nilai yang baik juga untuk lingkungan yang aku tinggalkan. Euforiaku sudah selesai dengan foto-foto dan segala macam. Aku beralih ke lingkungan,” lanjut dia.

Baca juga: 4 Tips Agar Produk Fesyen yang Kita Miliki Tidak Menjadi Limbah

Melancong bersama wisatawan mancanegara (wisman), menjadi pemantik bagi Ebi untuk memaknai setiap berjalanan dari sudut pandang yang berbeda.

Ebi mengungkap, dirinya sering melancong secara backpacking dengan wisman dari Eropa dan sepanjang perjalanan, ia melihat cara melancong yang berbeda.

“Budaya mereka itu backpacker banget dan mau tahu banget budayanya apa, terus juga menjaga lingkungan seperti apa. Karena sering jalan sama teman-teman asing sih sebenarnya (jadi tahu),” tutur dia.

Pendiri Napak Bhumi, Ebi, saat ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (2/8/2024).kompas.com / Nabilla Ramadhian Pendiri Napak Bhumi, Ebi, saat ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Edukasi tentang pentingnya menjaga lingkungan

Sejak saat itu, cara Ebi melancong berubah. Ia selalu meninggalkan “jejak baik” di lingkungan tempat ia berkunjung.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat