Pakai Kebaya Sehari-hari Kini Tak Lagi Terpaku Pakem
JAKARTA, – Menjadikan kebaya sebagai pakaian sehari-hari bisa dilakukan oleh seluruh perempuan di Indonesia tanpa mengenal usia, kelas sosial, dan kelas ekonomi, seperti dulu kala.
Sebab, kebaya bukanlah pakaian tradisional yang hanya boleh digunakan dalam acara-acara tertentu saja, meski memiliki pakem dalam penggunaannya.
Inilah mengapa gerakan berkebaya sehari-hari muncul sejak bertahun-tahun lalu. Saat ini, gerakannya cukup masif sampai anak muda pun mulai ikut pakai kebaya walaupun belum untuk sehari-hari.
Pegiat kebaya bernama Atie Nitiasmoro menjelaskan, saat berkebaya sehari-hari, kamu tidak perlu terlalu mengikuti pakemnya.
“Zaman sekarang kan tidak perlu harus pakem, kecuali di acara-acara tertentu yang memang perlu pakai kebaya pakem, seperti acara adat atau pernikahan. Rambut pun tidak perlu digulung (sanggul),” ucap dia kepada , beberapa waktu lalu.
Baca juga: Cerita Atie Nitiasmoro Ikut Lestarikan Kebaya, Sempat Dicemooh
Pakem yang dimaksud adalah memakai kebaya dengan bukaan depan, misalnya model Kartini atau Kutubaru. Lengannya bisa panjang atau tiga perempat.
Pakem selanjutnya adalah menggunakan kain jarik, songket, tenun, atau kain lainnya berdasarkan kebudayaan masing-masing daerah, kemudian rambut yang disanggul rapi.
Perdebatan tentang pakem kebaya
“Tidak sesuai pakem, tidak bisa (dipakai), dan lain-lain. Tapi ada yang berpendapat, biarkan dulu mereka suka dan mau pakai kebaya. Selanjutnya, bisa diarahkan untuk pakai kebaya sesuai pakem,” ungkap Atie.
Lambat laun, para perempuan pegiat berkebaya sehari-hari mulai berani “menabrak” pakem budaya zaman dulu, misalnya memakai kebaya harus rapi, jalannya pelan, rambut disanggul, dan pakai selop.
“Kami, teman-teman pegiat kebaya, menabrak pakem itu dengan memakai kebaya meski bawahannya pakai kain, tenun, atau sarung, kadang pakai sneakers dan backpack untuk kerja,” Atie berujar.
Walaupun rambut tidak disanggul, para pegiat berkebaya sehari-hari tetap berusaha mengikat rambut agar tetap rapi.
Baca juga:
- Asal-usul Kehadiran Kebaya dan Perkembangannya di Indonesia
- Mengenal 6 Jenis Kebaya Nusantara dan Ciri Khasnya
Sebagai informasi, Atie dan empat pegiat kebaya lainnya, Indiah Marsaban, Rini Kusumawati, Tingka Adiati, dan Elvy Yusanti, menulis buku bertajuk “Kebaya Kaya Gaya”.
Buku itu dipublikasi pada Selasa (23/7/2024) untuk merayakan Hari Kebaya Nasional pada 24 Juli, yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2023.
Sieh dir diesen Beitrag auf Instagram anEin Beitrag geteilt von KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)
Terkini Lainnya
- Gaya 10 Influencer di Pernikahan Nita Vior, Inara hingga Fuji
- 5 Tanda Haid Tidak Normal, Wajib Waspada
- Jangan Takut, Ini 3 Tips Komunikasi dengan Penderita Skizofrenia
- Anak Tunjukkan Gejala Awal Skizofrenia? Lakukan 4 Hal Ini
- Curhat Nurra Datau, Pernah Alami Kulit Terbakar akibat Sepelekan Sunscreen
- Mengasuh Anak Juga Proses Pengembangan Diri, Kenapa?
- Seberapa Sering Laki-laki Harus Cukur Rambut?
- Jangan Merasa Bersalah Ketika Harus Meninggalkan Anak Bekerja
- Cara Mengajarkan Anak untuk Menghormati Waktu "Me Time" Orangtua
- 6 Perbedaan Barbershop dan Pangkas Rambut Biasa, Sudah Tahu?
- Studi Temukan Gen Z Generasi Paling Kesepian, Ternyata Ini Sebabnya
- Para Ibu, Kenali 3 Tahap Stres pada Pengasuhan Berikut
- Kenali 2 Siklus Stres pada Ibu dan Dampaknya
- 4 Fakta Kebaya Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Tak Cuma Milik Indonesia
- Pentingnya Deteksi Dini Skizofrenia agar Penderitanya Bisa Hidup Mandiri