luxdomini.net

Pakai Kebaya Sehari-hari Kini Tak Lagi Terpaku Pakem

Dian Sastrowardoyo ajak para perempuan berkebaya sebagai bentuk dukungan pengajuan busana ini ke Unesco
Lihat Foto

JAKARTA, – Menjadikan kebaya sebagai pakaian sehari-hari bisa dilakukan oleh seluruh perempuan di Indonesia tanpa mengenal usia, kelas sosial, dan kelas ekonomi, seperti dulu kala.

Sebab, kebaya bukanlah pakaian tradisional yang hanya boleh digunakan dalam acara-acara tertentu saja, meski memiliki pakem dalam penggunaannya.

Inilah mengapa gerakan berkebaya sehari-hari muncul sejak bertahun-tahun lalu. Saat ini, gerakannya cukup masif sampai anak muda pun mulai ikut pakai kebaya walaupun belum untuk sehari-hari.

Pegiat kebaya bernama Atie Nitiasmoro menjelaskan, saat berkebaya sehari-hari, kamu tidak perlu terlalu mengikuti pakemnya.

“Zaman sekarang kan tidak perlu harus pakem, kecuali di acara-acara tertentu yang memang perlu pakai kebaya pakem, seperti acara adat atau pernikahan. Rambut pun tidak perlu digulung (sanggul),” ucap dia kepada , beberapa waktu lalu.

Baca juga: Cerita Atie Nitiasmoro Ikut Lestarikan Kebaya, Sempat Dicemooh

Pakem yang dimaksud adalah memakai kebaya dengan bukaan depan, misalnya model Kartini atau Kutubaru. Lengannya bisa panjang atau tiga perempat.

Pakem selanjutnya adalah menggunakan kain jarik, songket, tenun, atau kain lainnya berdasarkan kebudayaan masing-masing daerah, kemudian rambut yang disanggul rapi.

Perdebatan tentang pakem kebaya

Akrtis Dian Sastrowardoyo menggunakan Kebaya Kutubaru saat menjadi dosen tamu di UI.Instagram.com/therealdisastr Akrtis Dian Sastrowardoyo menggunakan Kebaya Kutubaru saat menjadi dosen tamu di UI.
Terkait pakem kebaya saat digunakan sebagai pakaian sehari-hari, sempat ada perdebatan di kalangan pegiat kebaya Indonesia.

“Tidak sesuai pakem, tidak bisa (dipakai), dan lain-lain. Tapi ada yang berpendapat, biarkan dulu mereka suka dan mau pakai kebaya. Selanjutnya, bisa diarahkan untuk pakai kebaya sesuai pakem,” ungkap Atie.

Lambat laun, para perempuan pegiat berkebaya sehari-hari mulai berani “menabrak” pakem budaya zaman dulu, misalnya memakai kebaya harus rapi, jalannya pelan, rambut disanggul, dan pakai selop.

“Kami, teman-teman pegiat kebaya, menabrak pakem itu dengan memakai kebaya meski bawahannya pakai kain, tenun, atau sarung, kadang pakai sneakers dan backpack untuk kerja,” Atie berujar.

Walaupun rambut tidak disanggul, para pegiat berkebaya sehari-hari tetap berusaha mengikat rambut agar tetap rapi.

Baca juga:

Sebagai informasi, Atie dan empat pegiat kebaya lainnya, Indiah Marsaban, Rini Kusumawati, Tingka Adiati, dan Elvy Yusanti, menulis buku bertajuk “Kebaya Kaya Gaya”.

Buku itu dipublikasi pada Selasa (23/7/2024) untuk merayakan Hari Kebaya Nasional pada 24 Juli, yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2023.

 
 
 
Sieh dir diesen Beitrag auf Instagram an
 
 
 

Ein Beitrag geteilt von KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat