Ketahui, Ini Pentingnya Tidak Memendam Emosi Berlarut-Larut
JAKARTA, - Beberapa orang cenderung memendam perasaan apa pun yang sedang dirasakan karena tidak tahu harus diapakan emosi tersebut.
Sementara yang lainnya membiarkan emosi tersebut "menggerogoti" mereka dari dalam dengan selalu berdalih bahwa mereka sedang tidak apa-apa.
Padahal, mengenali dan menyembuhkan emosi yang membuat seseorang merasa kurang nyaman --juga disebut emotional healing-- perlu dilakukan.
"We're all made from emotions, that's what makes us different from robots," ujar Emotional Healing and Emotional Eating Coach Nina Nikicio di Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Baca juga: 8 Cara Mengendalikan Emosi Sedih agar Tak Berlarut
Sering kali, orang-orang yang memendam dan mengabaikan perasaannya tidak mengetahui bahwa merasakan suatu emosi sangat penting.
Menurut Nina, ini disebabkan oleh lingkungan keluarga yang kurang mendorong mereka untuk mengenali dan mengatasi suatu emosi sejak dini.
"Sering aku temukan, orang mengatakan 'kamu jangan nangis, kalau nangis jelek' dan 'enggak boleh marah-marah, mamah enggak suka'," tutur dia.
Padahal, membiarkan seorang anak mengekspresikan apa yang dirasakan sangat penting.
Ketika beranjak dewasa, mereka bisa mengenali dan mengatasi apa yang dirasakan tanpa halangan.
"Emosi-emosi itu sangat diperlukan so we can learn and understand more about ourselves. This ties very dearly to emotional eating. Kalau tidak kenal dengan emosi kita, bagaimana caranya untuk curb our emotional eating?" ucap Nina.
Baca juga: 2 Cara Mengatasi Emotional Eating, Kenali Pemicunya
Untuk mulai mengenali emosi yang dirasakan, Nina merekomendasikan journaling atau menulis diary.
Setiap pagi saat bangun tidur atau malam sebelum tidur, tulis apa yang kamu rasakan pada saat itu juga.
Ketika sudah mengenali emosi yang dirasakan, ketahui penyebabnya, lalu lepaskan atau belajar ikhlas.
Jika sudah terlanjur melakukan emotional eating, langkah selanjutnya setelah mengenali emosi adalah mengendalikan diri.
Dengan kata lain, diperlukan kemauan dari pengidap emotional eating apakah mereka ingin mengubahnya atau tidak.
"Sangat susah kalau tidak sadar (tidak ada kemauan untuk berubah). Semua kembali ke awareness dan diri sendiri," ucap Nina.
Emotional eating tidak baik untuk kesehatan. Bahkan, ini termasuk sebagai cara mengelola perasaan yang buruk dan bisa berujung pada obesitas.
Jika menghadapi stres, Nina menganjurkan solusi lain, seperti pergi meditasi atau terapi.
Baca juga: 7 Cara Meditasi Unik yang Mungkin Belum Pernah Kamu Dengar
Terkini Lainnya
- Gaya 10 Influencer di Pernikahan Nita Vior, Inara hingga Fuji
- 5 Tanda Haid Tidak Normal, Wajib Waspada
- Jangan Takut, Ini 3 Tips Komunikasi dengan Penderita Skizofrenia
- Anak Tunjukkan Gejala Awal Skizofrenia? Lakukan 4 Hal Ini
- Curhat Nurra Datau, Pernah Alami Kulit Terbakar akibat Sepelekan Sunscreen
- Mengasuh Anak Juga Proses Pengembangan Diri, Kenapa?
- Seberapa Sering Laki-laki Harus Cukur Rambut?
- Jangan Merasa Bersalah Ketika Harus Meninggalkan Anak Bekerja
- Cara Mengajarkan Anak untuk Menghormati Waktu "Me Time" Orangtua
- 6 Perbedaan Barbershop dan Pangkas Rambut Biasa, Sudah Tahu?
- Studi Temukan Gen Z Generasi Paling Kesepian, Ternyata Ini Sebabnya
- Para Ibu, Kenali 3 Tahap Stres pada Pengasuhan Berikut
- Kenali 2 Siklus Stres pada Ibu dan Dampaknya
- 4 Fakta Kebaya Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Tak Cuma Milik Indonesia
- Pentingnya Deteksi Dini Skizofrenia agar Penderitanya Bisa Hidup Mandiri