Kekuatan Rasa Syukur: Mendorong Agility Karyawan di Era Digital
Oleh: Selly Qoriana Rizky dan Rostiana*
DI ERA digital yang terus berkembang, perusahaan membutuhkan karyawan tangguh untuk menavigasi dan memanfaatkan perubahan yang konstan.
Terdapat gagasan umum yang muncul akhir-akhir ini, bahwa agility atau kelincahan karyawan sangat diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian dan lingkungan kerja yang tidak dapat diprediksi (Baran & Woznyj, 2021).
Kelincahan karyawan dalam konteks ini, mengacu pada kemampuan karyawan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan, mengambil keputusan dengan cepat, dan terus belajar di tengah-tengah ketidakpastian.
Era digital ditandai dengan perkembangan teknologi yang pesat, perubahan pasar yang dinamis, dan kebutuhan untuk terus berinovasi.
Dalam situasi seperti ini, perusahaan yang ingin tetap kompetitif harus memiliki karyawan yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga fleksibel dan mampu berpikir kritis.
Faktor individual yang diduga dapat mendukung kelincahan karyawan adalah rasa syukur (Wiroko & Sugiharti, 2022).
Rasa syukur adalah perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul sebagai respons terhadap penerimaan suatu anugerah, baik itu berupa sesuatu yang berharga atau momen kebahagiaan yang disebabkan oleh keindahan alam (Peterson & Seligman, 2004).
Dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan, perubahan cepat, dan ketidakpastian, rasa syukur berperan dalam memungkinkan respons adaptif (Tong & Oh, 2021), serta menjadi prediktor yang signifikan terhadap resiliensi (Gupta & Kumar, 2015; Jans-Beken dkk., 2021).
Terkait hal ini, rasa syukur yang ditengarai banyak manfaatnya ternyata masih kurang diperhatikan di tempat kerja (Cain dkk., 2018).
Fehr dkk. (2017) memperkenalkan tiga tingkat rasa syukur yang dapat dilihat di tempat kerja, yakni:
Pertama, Episodik. Memupuk rasa syukur di tingkat organisasi dapat difasilitasi dengan sering menumbuhkan rasa syukur episodik dalam diri karyawan.
Ini adalah rasa syukur yang muncul sebagai respons terhadap suatu kejadian atau pengalaman tertentu.
Bentuk rasa syukur ini bersifat sementara dan terkait langsung dengan peristiwa atau interaksi spesifik. Hal ini bisa terjadi ketika seorang karyawan mendapatkan bantuan dari rekan kerja untuk menyelesaikan suatu tugas yang sulit.
Kedua, Persisten. Rasa syukur persisten merupakan kecenderungan stabil untuk merasa bersyukur dalam konteks tertentu.
Terkini Lainnya
- Mengapa Sejumlah Atlet Paralimpiade Pakai Penutup Mata? Ini Sebabnya
- Sepatu Kulit Terasa Keras dan Kaku, Apa Solusinya?
- Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia: Apa yang Bisa Dilakukan untuk Membantu?
- Musim Hujan Tiba, Catat 7 Bahan Pakaian yang Mudah Menyerap Air
- Tren Alis Tipis Kembali Lagi, Mau Ikutan?
- 4 Cara Mencegah Anak Jadi Pelaku Bullying, Beri Contoh Positif
- Enggak Pakai Ribet, Ini Simple Body Care Routine buat Kulit Sehat dan Glowing
- Konser Bruno Mars Jakarta Saat Musim Hujan, Jangan Lupa Siapkan 4 Hal Ini
- 7 Artis Indonesia yang Hobi Koleksi Jam Tangan Mewah
- 8 Tips Memilih Outfit di Musim Hujan
- 5 Toko Perlengkapan Bayi di Tangerang, Ini Daftarnya
- 5 Bahan Pakaian yang Harus Dihindari Saat Musim Hujan
- Rekomendasi 5 Toko Perlengkapan Bayi di Jakarta, Apa Saja?
- Ketika Busana Olahraga Tidak Sekadar Keren...
- 8 Artis yang Gemar Koleksi "Sneakers", Ada yang Sampai Ratusan Juta Rupiah