Seni Origami dalam Busana Oru Kami Karya Sebastian Gunawan
JAKARTA, - Seni origami merupakan seni lipat melipat asal Jepang yang sudah sangat familiar bagi orang Indonesia. Sebab origami menjadi salah satu media untuk melatih kreativitas sejak masih kecil.
Lalu apa jadinya jika seni origami tersebut dituangkan dalam koleksi busana?
Fashion Designer terkemuka Indonesia Sebastian Gunawan bersama dengan sang istri, Cristina Panarese baru saja merilis koleksi yang bertajuk ‘Oru Kami’ dalam Sebastian Gunawan Signature 2024/2025.
Baca juga: Mosaik Kehidupan Sebastian Gunawan dalam Koleksi Metaphor
Usung Budaya Jepang Melalui Origami dan Kimono
Oru artinya lipat, sedangkan Kami artinya kertas. Pasangan suami istri tersebut berpandangan bahwa membuat baju memiliki kesamaan dengan seni melipat kertas Orukami atau origami.
Dimulai dengan pembuatan dasar baju atau toile dengan cara melipat-lipat bahan sesuai dengan desain yang diinginkan, lalu hasil lipatan dituangkan ke atas kertas untuk dijadikan pola.
Hal tersebut yang mendasari keduanya dalam menghadirkan koleksi Oru Kami ini. Nuansa Jepang terasa bukan hanya dari teknik Orukami, melainkan pada detail Yukata Kimono.
Detail tersebut terlihat pada bagian drape di punggung ketika kimono dipakai secara kasual dan membentuk gelombang yang menggelayut di sisi punggung.
Pria yang akrab disapa Seba ini mengungkap bahwa koleksi Oru Kami menjadi bentuk keinginannya untuk maju dan bertransformasi menghadirkan busana-busana yang berbeda dari sebelumnya.
“Pada umumnya desainer itu ikut dengan keinginan customer, tapi kami pengen maju. Makanya kamu hadirkan koleksi yang lebih mudah, ringan, banyak memperlihatkan kulit, independent, dan berani,” kata Seba kepada saat ditemui di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Baca juga: Makna Kebebasan Wanita Dalam Koleksi Golden Muse Sebastian Gunawan
Transformasi warna vibrant ke klasik hitam putih
Pada awal show, Seba menghadirkan koleksi-koleksi busana dengan warna yang sangat cerah dengan nuansa lembut yang mencuri perhatian seperti lavender, light blue, light grey.
Kemudian bergerak ke warna-warna vibrant seperti kuning, turquoise, orange, red orange, dan red coral.
Menariknya, setelah memamerkan busana yang berwarna-warni, Seba dan Cristina malah menunjukkan karya busananya yang klasik dengan nuansa hitam, putih dan abu-abu.
Ternyata Seba menjelaskan makna tersebut menggambarkan perubahan minat para pecinta fesyen terhadap warna.
Terkini Lainnya
- 5 Tanda Haid Tidak Normal, Wajib Waspada
- Jangan Takut, Ini 3 Tips Komunikasi dengan Penderita Skizofrenia
- Anak Tunjukkan Gejala Awal Skizofrenia? Lakukan 4 Hal Ini
- Curhat Nurra Datau, Pernah Alami Kulit Terbakar akibat Sepelekan Sunscreen
- Mengasuh Anak Juga Proses Pengembangan Diri, Kenapa?
- Seberapa Sering Laki-laki Harus Cukur Rambut?
- Jangan Merasa Bersalah Ketika Harus Meninggalkan Anak Bekerja
- Cara Mengajarkan Anak untuk Menghormati Waktu "Me Time" Orangtua
- 6 Perbedaan Barbershop dan Pangkas Rambut Biasa, Sudah Tahu?
- Studi Temukan Gen Z Generasi Paling Kesepian, Ternyata Ini Sebabnya
- Para Ibu, Kenali 3 Tahap Stres pada Pengasuhan Berikut
- Kenali 2 Siklus Stres pada Ibu dan Dampaknya
- 4 Fakta Kebaya Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Tak Cuma Milik Indonesia
- Pentingnya Deteksi Dini Skizofrenia agar Penderitanya Bisa Hidup Mandiri
- Berburu Flash Sale Skincare bareng Jastiper dan "Beauty Enthusiast"...