luxdomini.net

Ramai soal Joki Strava, Kenapa Orang Lakukan Segala Cara demi Medsos?

Ilustrasi pelari menggunakan jam tangan pintar dan aplikasi pencatat lari. Isu Joki Strava belakangan banyak dibincangkan.
Lihat Foto

JAKARTA, - Belakangan ini, fenomena adanya "joki Strava" tengah ramai diperbincangkan di media sosial.

Adapun Strava adalah aplikasi olahraga yang keluar pada 2009. Fitur aplikasi ini mencakup melacak dan merekam jarak, kecepatan, ketinggian, dan waktu dari setiap aktivitas.

Aktivitas olahraga yang bisa dilacak dan direkam menggunakan GPS termasuk berlari, bersepeda, dan berenang.

Namun, belakangan aplikasi ini lebih sering digunakan oleh pengguna sepeda dan pelari.

Biasanya, hasil aktivitas olahraga yang berhasil dilacak dan direkam Strava akan ditangkap layar (screenshot) oleh pengguna untuk dibagikan di media sosial.

Baca juga:

Sementara itu, istilah joki Strava disematkan pada seseorang yang menawarkan jasa untuk mendapatkan capaian tertentu dalam aplikasi itu.

Dengan kata lain, pengguna tidak benar-benar berolahraga sendiri lantaran yang menggunakan aplikasi adalah joki alias orang lain.

Isu joki Strava belakangan ramai dibahas di media sosial. Beberapa pengguna dengan jumlah pengikut banyak turut membahas atau berkelakar tentang fenomena ini. Misalnya, seorang pengguna X dengan akun @fxmario, Rabu (3/7/2024).

"Dari pada pake joki strava buat pamer lari kan mending dikerjain sendiri. Kalo cuma mau dipuji kencang / jauh ya tinggal naek ojek," ujar Mario dalam unggahannya yang kutip, Senin (8/7/2024).

Akun lainnya yang ikut berkelakar soal joki Strava adalah dokter sekaligus influencer dr Tirta. Dalam sebuah unggahan, ia yang hobi lari itu berkelakar menawarkan joki Strava.

"Rate: start 1 juta/km. Minat kabari," demikian potongan isi unggahannya.

Joki Strava, mengapa orang lakukan segala cara demi update?

Fenomena joki Strava memunculkan pertanyaan besar, yakni mengapa sebagian orang melakukan segala cara demi mengunggah alias update sesuatu di media sosial?

Secara psikologis, ternyata hal ini dapat dijelaskan. Psikolog sekaligus Ketua Lembaga M.eureka Psychology Consultant Meity Arianty STP, MPsi menjelaskan, para pengguna jasa joki tersebut melakukannya demi pengakuan dari masyarakat atau lingkungan sekitarnya.

"Orang seperti ini biasanya orang yang infantil (bersifat kekanak-kanakan), persis anak-anak atau remaja yang sedang mencari jati diri dan butuh pengakuan," ujar Meity saat dihubungi , Senin (8/7/2024).

Mereka, lanjut Meity, melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian atas capaiannya.

Baca juga:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat