luxdomini.net

Jangan Paksa Anak Masuk SD Sebelum Waktunya, Ketahui Risiko Berikut

Ilustrasi anak Sekolah Dasar.
Lihat Foto

 - Orangtua perlu mengetahui beberapa potensi dampak negatif yang bisa terjadi jika memaksa anak masuk Sekolah Dasar (SD) sebelum waktunya.

Psikolog anak dan keluarga dari Humpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Samanta Elsener mengatakan, usia minimal anak masuk SD sebetulnya tergantung pada kesiapan individu untuk berbaur dengan lingkungan baru.

Namun, rata-rata anak masuk SD pada usia 6 atau 7 tahun. Kesiapan anak juga bisa dilihat melalui hasil psikotes.

“Persiapan perkembangan psikososialnya perlu dilihat. Jika anak secara hasil psikotesnya mampu untuk mengikuti proses belajar di SD, maka orangtua dapat menyekolahkan anak masuk SD di usia 6 tahun. Jika tidak, maka tidak akan direkomendasikan oleh psikolog untuk masuk SD,” kata Samanta di Jakarta, Jumat (5/7/2024), seperti dilansir dari Antara.

Baca juga:

Dampak buruk anak masuk SD

Ada beberapa dampak buruk anak masuk SD yang mungkin dihadapi orangtua. Misalnya, anak menunjukkan sikap malas mengikuti pelajaran, hingga merasa tertekan.

Hal ini biasanya diketahui setelah orangtua menerima serangkaian keluhan dari guru karena prestasi belajar anak yang kurang baik.

Padahal, hal itu memang karena anak secara mental maupun kognitif belum siap memulai hal baru.

“Secara psikososial dan emosional ini menjadi penting bagi anak untuk melihat kesiapannya agar ia dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan menyenangkan,” tutur Samanta.

Namun, beberapa orangtua mungkin akan tetap menyekolahkan anaknya di bangku SD meski melihat tanda-tanda belum siap.

Baca juga:

Pada kasus ini, Samanta mengimbau orangtua untuk melakukan persiapan ekstra. Salah satunya adalah memberikan pemahaman agar anak bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Ajak anak untuk berinteraksi dengan banyak orang sehingga memunculkan stimulasi untuk berbaur dengan lingkungan.

Selain itu, ajak pula anak untuk bermain bersama teman-teman sebayanya di skala ruang bermain yang lebih ramai atau di atas dua-tiga orang.

Di saat yang sama, orangtua juga perlu mempererat hubungan dengan orangtua siswa lainnya untuk mencegah anak menjadi korban perundungan (bullying) di sekolahnya.

“Jangan lupa juga untuk mengajarkan anak memakai sepatunya sendiri, ganti baju dan lulus toilet training. Pastikan anak bisa makan sendiri dan mampu berpisah dari orang tua dalam waktu lama agar kemandiriannya makin terbentuk,” tutur Samanta.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat