Ketika Korban Mom-Shaming Akhirnya Berani Melawan...
JAKARTA, - Penelitian dari Health Collaborative Center (HCC) mengungkapkan, 72 persen atau tujuh dari 10 ibu di Indonesia mengalami mom-shaming. Dari 72 persen itu, hanya 23 persen yang berani melawan.
Ketua HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. mengungkapkan, alasan seorang ibu berani melawan mom-shaming adalah faktor pelindung.
"Dia berani melawan ketika tahu ada satu protective factor yang mendukung. Contohnya entah suami yang paling dekat, atau teman kerja," ujar dia di Jakarta, Senin (1/7/2024).
Baca juga: 2 Penyebab Korban Mom-Shaming Tidak Berani Melawan
Mom-shaming adalah tindakan mengkritik atau mempermalukan seorang ibu terkait cara dia membesarkan anaknya.
Biasanya, kritik yang dituturkan tidak membangun dan justru berdampak pada kesehatan fisik dan mental ibu.
Dalam penelitian yang sama, terungkap bahwa teman kerja bisa menjadi pelindung ibu dari mom-shaming.
Sebab, hanya 29 dari 72 persen ibu mengalami mom-shaming dari teman di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja.
Dengan kata lain, dari lingkup pekerjaan, proteksi ibu dari mom-shaming relatif lebih tinggi.
Ray menduga, ini karena tempat kerja para responden memiliki aturan agar para karyawan tidak saling menghina, dalam hal ini mencakup mom-shaming.
Kendati demikian, ketika ibu kembali ke lingkungan tempat tinggal, proteksinya terhadap mom-shaming kembali menurun.
Sebab, sebanyak 53 persen atau lima dari sepuluh ibu di Indonesia mengalami mom-shaming dari keluarga dan lingkungan tempat tinggal.
Baca juga: Pelaku Mom-shaming di Indonesia Sebagian Besar dari Keluarga
Lebih rinci, sebanyak 50,6 persen dari responden mengalami mom-shaming justru dari anggota keluarga.
"Ketika balik ke lingkungan tempat tinggal, ketemu kerabat atau tetangga, gede lagi tekanannya,” terang Ray.
"Teman kerja itu dukungannya besar sekali. Kalau rekan kerja bisa asertif, maka dia akan bilang "jangan lakukan mom-shaming dan parenting adalah subyektif" (ke pelaku)," lanjut dia.
Sebagai informasi, penelitian HCC berlangsung sejak Maret 2024 dan melibatkan 892 ibu di Indonesia sebagai responden.
Masing-masing partisipan cukup beragam perihal pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, status pernikahan, dan jumlah anak.
Studi mengungkapkan, dampak mom-shaming signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional ibu.
Pasalnya, para pelaku atau aktor mom-shaming berasal dari lingkungan inti mereka, yaitu keluarga, kerabat, dan lingkungan tempat tinggal.
Baca juga: Cara Mendukung Pola Asuh Ibu agar Tidak Dianggap Mom-Shaming
Terkini Lainnya
- Satu Sepatu untuk Beragam Kegiatan Termasuk Olahraga, Apakah Bisa?
- Mengapa Susu Tidak Bisa Digantikan Protein Nabati?
- Winky Wiryawan Andalkan Sneakers untuk Beraktivitas, Termasuk Saat "Nge-DJ"
- Berkaca dari Nikita Mirzani-Lolly, Ini 4 Cara Mengatasi Konflik Keluarga
- Nonton Video Pendek Bahaya buat Anak? Ini Batas Usia Penggunaannya
- Viral Soal Video Pendek di Medsos Bahaya buat Anak, Apa Dampaknya?
- Song Hye Kyo Beberkan Rutinitasnya untuk Jaga Kesehatan Mental
- Tak Harus Nasi, Apa Alternatif Karbohidrat di Makan Bergizi Gratis?
- 6 Jenis Diet untuk Otak yang Lebih Sehat
- Bekal Anak Harus Dikonsumsi Maksimal 2 Jam Setelah Matang, Ini Alasannya
- 3 Hal yang Harus Dipahami Orangtua Saat Mendidik Anak Perempuan Remaja
- Panduan Diet Terbaik 2025 untuk Tubuh Sehat dan Hidup Berkelanjutan
- 4 Cara Berkomunikasi dengan Anak Perempuan Remaja, Orangtua Harus Tahu
- Begini Prosedur Minta Perlindungan LPSK untuk Masuk ke Rumah Aman
- Mengapa Banyak Siswa Enggan Makan Sayur dari Makan Bergizi Gratis?