Korban Mom-Shaming Berpotensi Melakukan Hal yang Sama ke Ibu Lain, Mengapa?

JAKARTA, - Seorang ibu yang mengalami mom-shaming berpotensi lebih besar untuk turut melakukan mom-shaming ke ibu lainnya.
Ini terungkap dalam penelitian terbaru dari Health Collaborative Center (HCC) yang berlangsung sejak Maret 2024 dan melibatkan 892 ibu di Indonesia sebagai responden.
Dalam penelitian itu, terungkap pula 72 persen atau tujuh dari 10 ibu di Indonesia mengalami mom-shaming.
"22 persen (dari 72 persen) melakukan kompensasi dengan mom-shaming ke ibu lain," ungkap Ketua HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. di Jakarta, Senin (1/7/2024).
Ia melanjutkan, seorang ibu yang mengalami mom-shaming dan tidak mendapat dukungan memiliki tiga kali lebih besar peluang untuk melakukan mom-shaming ke sesama ibu.
Mom-shaming adalah tindakan mengkritik atau mempermalukan seorang ibu terkait cara dia membesarkan anaknya.
Baca juga: Betulkah First-time Mom Berpotensi Lebih Tinggi Mengalami Mom-shaming?
Biasanya, kritik yang dituturkan tidak membangun dan justru berdampak pada kesehatan fisik dan mental ibu.
Ray menjelaskan, tindakan mom-shaming ke sesama ibu adalah mekanisme kompensasi dalam ilmu perilaku.
"Ketika seseorang mendapat serangan karakter, maka dia juga ingin melihat ada pihak lain yang feel the same suffering," jelas Ray.
Hal tersebut wajar dalam mekanisme kompensasi. Namun, yang tidak wajar adalah ketika korban mom-shaming melakukan hal serupa ke sesama ibu.
Penyebab korban mom-shaming berperilaku serupa
Ray menuturkan, ada faktor standar perilaku dalam tindakan mom-shaming yang dilakukan oleh korban ke ibu lainnya. Ia ingin ibu lainnya merasakan hal yang sama dengannya.
"Mungkin dengan begitu, dia bisa mendapatkan support system baru. Itu sebabnya perlu bantuan dari psikolog," ujar dia.
Seorang psikolog dapat membantu korban mom-shaming tidak melakukan hal yang sama kepada ibu lainnya, dan mencari dukungan dari pihak lain.
Sayangnya, akses bantuan ke psikolog maupun konselor permasalahan rumah tangga masih sangat terbatas.
Akibatnya, masih ada ibu-ibu korban mom-shaming yang melakukan mom-shaming ke ibu lainnya sebagai pelampiasan.
"Penelitian kami membuktikan, ternyata masih ada ibu-ibu yang ingin berbagi, atau "saya ingin Anda merasakan mom-shaming yang sama, baru kita cari solusi sama-sama"," kata Ray.
Sebagai informasi, responden yang terlibat dalam penelitian HCC cukup beragam perihal pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, status pernikahan, dan jumlah anak.
Studi mengungkapkan, dampak mom-shaming signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional ibu.
Pasalnya, para pelaku atau aktor mom-shaming berasal dari lingkungan inti mereka, yaitu keluarga, kerabat, dan lingkungan tempat tinggal.
Baca juga: Pelaku Mom-shaming di Indonesia Sebagian Besar dari Keluarga
Terkini Lainnya
- Video Viral Laki-laki Menangis di Konser Sal Priadi, Ini 7 Cara Atasi Rasa Bersalah akibat Kehilangan
- Gaya Cristiano Ronaldo Saat Naik Pesawat, Termasuk Saat ke Kupang?
- Mimpi Buang Air Besar, Tanda Keberuntungan atau Petaka?
- Apakah Tes MBTI Akurat? Ini Kata Ahli dan Deskripsinya
- Gaya Ikonik Mendiang Kim Sae-ron dan Won Bin dalam "The Man from Nowhere"
- Ronaldo ke Kupang Diajak Aktris Cote de Pablo, Siapa Dia?
- Zodiak Taurus Februari 2025: Karier Bersinar, Keuangan Harus Dikontrol
- 6 Cara Kabur dari Rutinitas Tanpa Harus Bepergian Jauh
- Bulking Saat Puasa, Aman atau Tidak?
- Survei: 62 Persen Orang Merasa Kesepian Meski di Tengah Keramaian
- Seperti Mahalini, Ini Alasan Banyak Orangtua Rahasiakan Wajah Bayinya
- Terapkan Sustainable Fashion, Kami Idea Manfaatkan Sisa Bahan Fesyen
- Remaja Rentan Merasa Kesepian, Ini Alasannya
- Kim Sae Ron Meninggal Dunia, Kenang 9 Gaya Ikoniknya di Film dan Drama
- Kesepian Lebih Sering Dialami Masyarakat Perkotaan, Mitos atau Fakta?