luxdomini.net

Pernikahan Tak Jadi Prioritas Para Gen Z?

Ilustrasi pernikahan.
Lihat Foto

- Meskipun masih berusia 20 tahun, Hanifa Azzuhra pernah terpikir untuk childfree.

Adapun childree mengacu pada individu dewasa atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik secara biologis maupun melalui proses adopsi. Childfree tidak ada kaitannya dengan kesehatan fertilitas seseorang, tetapi murni karena pilihan hidup.

Pikiran itu muncul karena Hanifa merasa tidak bisa menjadi seorang ibu yang baik, meskipun ia sebetulnya sangat menyukai anak kecil.

"Pernah kepikiran pengin childfree karena pertama, dulu ngerasa enggak bisa jadi seorang ibu, terus punya trust issue sama keluarga. Jadi ngerasanya, kalau nanti punya anak terus anak aku ngerasain yang aku rasain kayak, yah, keluarganya hancur, enggak dapat perannya lah, mending aku memilih untuk childfree karena kan kita enggak menyakiti pihak manapun gitu."

"Dan enggak akan ada anak kecil tidak berdosa yang ngerasain sakitnya, padahal orangtuanya yang buat," ucap Hanifa kepada , Jumat (8/3/2024).

Baca juga:

Kendati demikian, mahasiswa yang berdomisili di Jakarta Selatan itu masih akan mendiskusikannya dengan pasangan kelak ketika menikah. Sehingga, keputusan tidak hanya datang dari dirinya sendiri.

"Kalau sampai ke tahap menikah kan bisa diomongin lagi. Punya anak bukan hanya keinginan satu pihak, tapi kedua belah pihak," sambungnya.

Begitu pula Ida (24 tahun), yang hingga saat ini masih santai dengan statusnya meski sudah banyak kerabat sebaya yang sudah menikah. Apalagi dua kakaknya juga belum menikah, sehingga tidak ada tekanan pula dari orangtua dan orang sekitar.

Meski tidak menunda pernikahan ataupun berencana childfree, tapi status belum menikah saat ini menurutnya sudah cukup berbeda jika dibandingkan dengan teman-temannya.

"Soal belum ada rencana menikah ini sudah diketahui sama teman-teman dekat, sih. Sejauh ini enggak ada yang julid. Paling mereka heran saja karena keputusanku agak beda. Mayoritas teman sudah pada nikah dan akan menikah dalam waktu dekat," ucap perempuan asal Bogor itu.

Hanifa dan Ida hanya beberapa dari kelompok gen Z (kelahiran 1997-2012) yang memutuskan menunda pernikahan atau memiliki anak.

Isu ini tidak datang secara sendirinya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka pernikahan di Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan, angka pernikahan di Indonesia pada 2023 menyentuh level terendah sejak 1997/1998. 

Sementara mengenai fenomena childfree, dikutip dari kajian Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS dalam artikel DATAin Edisi 2023 yang bertajuk "Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia", angkanya meningkat setidaknya dalam empat tahun terakhir.

Baca juga:

Beberapa orang gen Z (kelahiran 1997-2012) tak sekadar berencana menunda pernikahan, tetapi juga bulat memilih childfree karena sejumlah pertimbangan. Salah satunya Mutiara Bertha (25 tahun).

Saat ini, ia belum punya rencana menikah dalam waktu dekat karena merasa masih belum selesai dengan dirinya sendiri dan masih memiliki banyak prioritas untuk dikejar.

Termasuk keuangan yang baginya belum stabil, sementara ia tidak ingin tinggal satu rumah dengan orangtua setelah menikah nanti.

"Aku pribadi merasa belum selesai dengan diri sendiri, kayak belum puas berpetualang aja. Jadi, aku yakin banget belum dikasih jodoh pun karena aku enggak bakal bisa bagi waktu untuk hal relationship," ucapnya.

Sementara untuk urusan anak, Mutiara berencana untuk childfree karena beberapa alasan, seperti masalah iklim yang kian memburuk dan kejahatan manusia.

"Aku merasa punya anak sama dengan nambah masalah buat bumi. Karena aku sendiri saja belum mampu untuk membuat hidupku sustainable living. Jadi, kayak enggak mau menambah-nambah masalah," kata perempuan asal Bogor itu.

Daripada menambah anak, ia lebih memilih opsi mengadopsi anak. Kendati demikian, keputusan itu tetap akan didiskusikannya dengan pasangan kelak.

"Soalnya punya anak itu tanggung jawab seumur hidup," kata dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat