Menangkal Mitos dan Campur Tangan Orang Lain demi MPASI Anak Lebih Sehat
KOMPAS.com - Yeny, ibu muda di Yogyakarta, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) pada anaknya tepat di usia enam bulan, sesuai saran dokter tempatnya berkonsultasi.
Sadar pengetahuanya amat minim soal kebutuhan nutrisi bayi, ia menurut dengan panduan MPASI dari WHO itu.
Berbagai artikel ia baca sementara banyak masukan orangtua, kerabat, sampai tetangga mulai berdatangan.
Salah satunya saran menu makanan sarat nutrisi berupa bubur lele dengan sedikit campuran tahu dan wortel.
Baca juga: Perhatikan Tekstur MPASI Sesuai Usia Anak
Proses awal MPASI anaknya makan berjalan lancar dan cenderung bebas drama, seperti keluhan banyak perempuan lainnya.
Selang beberapa bulan, barulah ia merasakan momok yang dirasakan kaum ibu itu.
Yakni ketika orang lain memaksakan makanan yang sama sekali tidak masuk dalam perencanaan sehatnya.
"Anakku nangis terus, enggak mau ditimbang, enggak mau diukur, insecure dia. Trus sama salah satu ibu kader posyandu malah dikasih kerupuk," ujarnya, mengenang momen saat mengunjungi posyandu terdekat di tempat tinggalnya.
Kerupuk itu ditolaknya, berganti dengan kue kering lainnya, yang juga jelas tak sesuai untuk bayi usia delapan bulan.
"Aku enggak enak mau nolak lagi, cuma berharap anakku enggak mau makan aja. Sambil dikit-dikit kupotekin, kusimpen," jelasnya, kala berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (26/03/2022).
Selama proses itu, anaknya tetap menangis sementara saran dan komentar lain soal proses MPASI anaknya berhamburan datang dari para tetangga lainnya.
Terbayang betapa melelahkannya hari itu, bagi seorang ibu yang datang hanya dengan niat baik untuk mengetahui tumbuh kembang anak pertamanya.
Baca juga: Simak Rekomendasi WHO Terkait Pemberian Mpasi pada Anak Usia 6-12 Bulan
Risiko memberikan MPASI yang tidak tepat bagi anak
"Dimulai dengan frekuensi 2x sehari dengan jumlah 2-3 sendok makan sebagai awal," terangnya.
Ia membenarkan, para ibu muda kerap menghadapi tantangan berupa campur tangan orang lain di sekitar saat mengenalkan makanan pada anaknya.
Belum lagi sejumlah mitos yang masih dipegang oleh masyarakat meskipun kebenarannya tidak pernah terbukti secara ilmiah di dunia kesehatan.
Misalnya, bayi yang "boleh" diberikan pisang di usia satu atau dua bulan saat terus menangis karena lapar dan tidak kenyang hanya dengan ASI.
Faktanya, pemberian makanan yang tidak sesuai anjuran bisa memicu masalah kesehatan pada anak seperti malnutrisi, risiko tersedak, gangguan pencernaan (intususepsi& invaginasi) hingga berisiko kematian.
Baca juga: Waspada, Pemberian MPASI Kurang Tepat Bisa Berisiko Stunting
Di sisi lain, banyak pula mitos yang sebenarnya merugikan pemenuhan nutrisi dan kesehatan anak.
Terkini Lainnya
- 5 Model Kacamata yang Sedang Tren, Ada Model Cat eye
- 3 Jenis Produk Menstruasi dan Cara Menggunakannya, Perempuan Harus Tahu
- 16 Makanan Tinggi Protein untuk Diet Selain Telur, Ada Tempe dan Udang
- Pemanfaatan AI di Industri Kecantikan Diprediksi Jadi Tren Tahun 2025
- Cara Mami Abe Cekut Membiasakan Anaknya Banyak Minum Air Putih
- 30 Camilan Tinggi Protein untuk Diet, dari Kacang hingga Popcorn
- Cerita Mami Abe Cekut Lindungi Keluarga dari Bahaya Zat BPA Berisiko
- 4 Alasan Pasangan LDR Sering Bertengkar
- Tak Susah Makan, Abe Cekut Ternyata Doyan Sop Iga dan Ikan
- Mengenal "Busy Board", Mainan Cerdas untuk Stimulasi Motorik Halus Anak
- Inspirasi Dekorasi Pertunangan ala Hailee Steinfeld, Bertabur Bunga
- Jangan Langsung Buang, Lakukan 5 Hal Ini pada Sampah Kemasan Skincare
- Adrian Maulana Ungkap Rahasia Tetap Tampil "Kece" dengan Jas meski Naik KRL
- 4 Alasan Perempuan Lajang Lebih Bahagia daripada Laki-laki, Menurut Studi
- 5 Cara agar Foundation Tidak "Crack" ala Tasya Farasya